Berita / Nusantara /
Ada Indikasi Praktek Kartel untuk Atur Harga TBS di PKS
Petani menimbang hasil panen sawit. Harga TBS di lapangan sering berbeda dengan ketetapan pemerintah akibat berbagai faktor seperti infrastruktur (Facebook)
Medan, Elaeis.co - Sudah sejak tiga tahun terakhir Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah I Sumatera Bagian Utara melakukan penyelidikan terkait penetapan harga tandan buah segar (TBS) petani sawit oleh sejumlah perusahaan perkebunan.
"Dari hasil kajian, kami melihat ada indikasi persaingan tidak sehat. Kami mencium ada aroma kartel di antara perusahaan-perusahaan sawit dalam menetapkan harga dan berbagai potongan terhadap TBS petani," kata Kepala Kantor Wilayah I KPPU, Ridho Pamungkas, kepada Elaeis.co, Selasa (21/9/2021) pagi.
Hasil kajian yang mereka mulai sejak tahun 2019 itu sudah diserahkan ke KPPU Pusat. Ridho menyadari kalau kajian mereka belum final karena masih banyak kekurangan data pendukung.
Awalnya, kata Ridho, KPPU melakukan penyelidikan mengenai harga TBS di banyak sentra perkebunan di Indonesia. Namun karena terlalu luas, akhirnya penyelidikan dugaan kartel difokuskan di wilayah kerja KPPU Kanwil I Sumbagut. Yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau.
Secara kebetulan, di saat bersamaan, KPPU Kanwil I juga menerima banyak pengaduan dari para petani sawit.
"Ada petani sawit dan organisasi petani sawit dari Simalungun dan Subulussalam yang mengadukan persoalan ini ke kami beberapa waktu lalu," kata Ridho tanpa menyebutkan nama dan organisasi petani sawit dimaksud.
Menurutnya, penyelidikan dugaan praktek kartel itu dilakukan di Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil di Provinsi Aceh serta di Kabupaten Simalungun di Provinsi Sumatera Utara.
Ridho menyebutkan, praktek kartel bisa saja terjadi karena lemahnya posisi tawar petani di hadapan pabrik kelapa sawit (PKS).
"Sering terjadi petani kesulitan menjual ke PKS yang membeli TBS lebih mahal karena berbagai kendala, termasuk infrastruktur jalan dan alat transportasi yang banyak makan biaya," katanya.
Selain menyelidiki dugaan praktek kartel harga TBS, KPPU juga sedang mendalami dugaan penyimpangan potongan atau sortasi TBS dan biaya operasional tak langsung (BOTL). Diduga terjadi kecurangan dalam penetapan sortasi dan BOTL sehingga merugikan petani sawit.
Kata Ridho, KPPU menduga besaran potongan tidak sesuai dengan yang tertera di Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
"Untuk sortasi, misalnya, dalam prakteknya banyak yang di atas tiga persen," kata Ridho.
Menurutnya, besar sortasi dan BOTL bisa memicu persaingan usaha yang tidak sehat diantara sesama PKS. Akibatnya, harga TBS bisa tertekan.
"Kita belum tahu juga apakah itu dalam bentuk kartel. Artinya, jangan-jangan di antara pengusaha PKS di satu daerah bersepakat agar harga TBS berada di bawah ketentuan pemerintah namun besaran potongan TBS di atas ketentuan pemerintah," katanya.
Sebagai informasi, Wakil Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Perjuangan Aceh sekaligus Ketua DPD APKASINDO Perjuangan Kota Subulussalam, Subangun Berutu, mengaku kepada Elaeis.co telah menyampaikan pengaduan soal harga TBS ke KPPU Wilayah I pada tahun 2019.







Komentar Via Facebook :