https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Aceh Berupaya Wujudkan Praktik Produksi Sawit Berkelanjutan Hingga Tingkat Tapak

Aceh Berupaya Wujudkan Praktik Produksi Sawit Berkelanjutan Hingga Tingkat Tapak

Sosialisasi Pergub Aceh Nomor 9 Tahun 2024 tentang Peta Jalan Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan Aceh Tahun 2023-2045. foto: Bappeda Aceh


Banda Aceh, elaeis.co – Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh melalui bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan SDA melaksanakan kegiatan Sosialisasi Peraturan Gubernur Provinsi Aceh Nomor 9 Tahun 2024 tentang Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan (KSB) Aceh Tahun 2023-2045 kepada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Aceh.

Kegiatan sosialisasi ini dirangkai dengan Sinkronisasi Rencana Kegiatan dan Penganggaran (RKP) Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit Provinsi, Kabupaten/Kota TA 2023/2024.

Kegiatan sosialisasi adalah tindaklanjut dari peluncuran resmi kebijakan Peta Jalan KSB Aceh yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Aceh bulan November 2023 lalu di konferensi RSPO Roundtable di Jakarta.

Peta Jalan KSB Aceh adalah bagian dari upaya pembangunan berkelanjutan Provinsi Aceh yang salah satunya tertuang dalam Rencana Pertumbuhan Hijau (Green Growth Plan) Provinsi Aceh 2020-2050. Visi Peta Jalan KSB Aceh adalah mewujudkan rantai pasok bebas deforestasi, peningkatan penghidupan layak rakyat, dan inklusi masyarakat dalam pembangunan.

Aceh merupakan provinsi sentra kelapa sawit pertama di Indonesia. Pemerintah Aceh telah menetapkan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas unggulan pendorong pertumbuhan ekonomi. Kelapa sawit memberikan kontribusi tertinggi dalam Nilai Tukar Petani (NTP) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), oleh karena itu sektor kelapa sawit bernilai strategis untuk mempercepat pencapaian indikator pembangunan Aceh, terutama untuk menurunkan angka kemiskinan melalui peningkatan kesejahteraan petani, meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM), penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh melalui hilirisasi.

Sementara di sisi ekologis, Aceh memiliki Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merupakan hutan hujan tropis habitat dari empat satwa endemik langka. Yaitu orang utan, gajah, badak, dan harimau Sumatera. Studi Penilaian Wilayah dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) oleh IDH di tahun 2022 menemukan setidaknya 63% wilayah Aceh sebagai wilayah dengan Nilai Konservasi Tinggi. Bahkan lebih dari 440.000 hektar area dalam kawasan Area Penggunaan Lain (APL) adalah wilayah NKT yang seharusnya dilindungi, namun saat ini termasuk daerah konsesi kelapa sawit yang secara legal dapat berubah fungsi sewaktu-waktu menjadi perkebunan.

Kepala Bappeda Aceh, Dr Ahmad Dadek menyampaikan, Peta Jalan KSB Aceh menjadi referensi dan memberikan arahan strategi untuk mewujudkan praktik produksi kelapa sawit berkelanjutan hingga ke tingkat tapak. Secara spesifik, Peta Jalan KSB Aceh akan menjadi referensi pengembangan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD KSB) di tingkat provinsi dan kabupaten.

"Harapannya ke depan, Kabupaten dan Kota dapat menyusun Peta Jalan KSB menyesuaikan kebutuhan dan karakteristik daerah masing-masing," jelasnya dalam keterangan resmi dikutip Kamis (18/4).

Penyusunan Peta Jalan KSB Aceh dilakukan secara kolaboratif melalui proses konsultasi multi-pihak yang melibatkan pemerintah, kelompok masyarakat sipil (lembaga swadaya masyarakat, akademisi, praktisi, asosiasi petani sawit) dan sektor swasta dalam rantai pasok kelapa sawit. Untuk mewujudkan Peta jalan KSB Aceh, Pemerintah Aceh telah menetapkan Unit Pelaksana dengan membentuk Program Management Unit (PMU) melalui Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 500.8/658/2024 yang bertanggung jawab melakukan koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan Peta Jalan KSB Aceh 2023-2045.

Untuk mencapai visi KSB Provinsi Aceh, Peta Jalan mengutamakan tiga pilar kebijakan untuk dilakukan selama periode 2023-2045. Yaitu Penguatan Tata Kelola, Kemitraan Multi-pihak, serta Pembiayaan Inovatif dan Investasi Hijau.

Pelaksanaan Peta Jalan KSB akan dilakukan dalam 5 tahap, yaitu Tahap I (2023-2026), Tahap II (2027-2030), Tahap III (2031-2035), Tahap IV (2036-2040) dan Tahap V (2041-2045).

Nassat Idris, Country Director Inisiatif Dagang Hijau (IDH) Indonesia, mengatakan, di akhir pelaksanaannya, Peta Jalan KSB Aceh diharapkan dapat mewujudkan kelapa sawit berkelanjutan yang ditandai dengan pencapaian 18 indikator utama yang dapat dikelompokkan ke dalam 7 indikator dampak. Yaitu tata kelola lanskap melalui wadah multi-pihak, pemantauan dan pengaduan, penilaian dan perlindungan wilayah NKT/SKT seluas 250.000 hektar, pendataan petani dan dukungan untuk petani, kemitraan pemerintah dan swasta, investasi hijau dan pembiayaan petani swadaya, dan fasilitasi resolusi konflik tanah, adat, dan sosial.

“Sebagai mitra pembangunan bersama-sama dengan CSO lainnya, seperti Forum Konservasi Leuser (FKL), Yayasan Aceh Hijau (YAH), Yayasan Ekosistem Leuser (YEL), dan sektor swasta, IDH mendukung penyusunan Peta Jalan KSB Aceh dengan memberikan masukan teknis dan membantu Pemerintah Provinsi Aceh mengumpulkan para pihak untuk melakukan diskusi strategis dan teknis terkait penyusunan kebijakan Peta Jalan," tukasnya.

"Kami sangat mengapresiasi penetapan kebijakan Peta Jalan KSB Aceh ini secara hukum dengan adanya Peraturan Gubernur. Dengan demikian, Pemerintah Provinsi Aceh memiliki arahan dan strategi yang jelas untuk mewujudkan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan, termasuk untuk membangun kerjasama multi-pihak yang akan meningkatkan potensi kredibilitas Provinsi Aceh sebagai salah satu yurisdiksi penghasil kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia," tambahnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :