https://www.elaeis.co

Berita / Internasional /

4 Kebijakan Eropa Jadi Masalah di Sektor Sawit Indonesia

4 Kebijakan Eropa Jadi Masalah di Sektor Sawit Indonesia

Ilustrasi perkebunan kelapa sawit. Elaeis.co/Sany


Pekanbaru, Elaeis.co - Dr Eka Intan Kumala Putri yang merupakan peneliti dari Institute Pertanian Bogor (IPB) memaparkan terdapat 4 kebijakan negara Eropa yang berdampak membuahkan sejumlah persoalan terhadap sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia. 

Menurutnya kebijakan-kebijakan ini secara langsung maupun tak langsung memposisikan kelapa sawit Indonesia secara diskriminatif.

Pertama yakni kebijakan Renewable energy directive II (RED II). Kebijakan yang muncul sejak 2018 ini berkonsentrasi dengan penghentian biofuel yang menggunakan bahan baku yang memiliki resiko tinggi Indirect Land Use Change (Iluc)

"Iluc menjadi kata kunci karena dianggap akan membawa dampak besar negatif konvensi tidak langsung lahan hutan menjadi sawit dan akan berkontribusi besar terhadap emisi karbon global," ujar Eka dalam workshop kajian IPB yang gelar secara virtual, Rabu (22/12) lalu.

Selanjutnya yakni Due Dilligence Policy. Kebijakan ini hadir pada Agustus 2020 lalu dimana Inggris membuka pemberlakukan Due Dilligence terhadap 7 komoditas pertanian Indonesia termasuk kelapa sawit.

Melalui kebijakan ini Inggris berharap adanya kepastian bahwa supply chain dan minyak kelapa sawit yang dijual di negaranya  bebas dari deforestasi dan aktivitas ilegal lainnya.

"Ada juga kebijakan Green Deal Policy. Yakni kebijakan yang berisi beragam inovatif terkait iklim, energi, transportasi, hingga pajak yang bertujuan untuk mereduksi emisi setidaknya 55% pada 2020. Bahkan termasuk pada pembatasan produk-produk yang dianggap berkontribusi pada deforestasi," terangnya.

Terakhir yakni kebijakan Farm to Fork (FTF) Strategi. Kebijakan merupakan cara yang diterapkan oleh Eropa untuk mempercepat transisi ke sistem pangan berkelanjutan dan memastikan bahwa sistem pangan di Eropa berjalan adil, sehat, dan ramah lingkungan.

"Strategi ini mendorong konsumsi pangan yang memiliki dampak lingkungan yang netral atau positif, mendukung kemanan makanan, gizi dan kesehatan masyarakat bahkan juga sistem berkelanjutan," paparnya.

Seluruh kebijakan ini tentu berdampak di sektor perkebunan kelapa sawit. Misalnya munculnya persepsi negatif terkait kelapa sawit tadi. Bahkan akibat dampak ini pada tahun 2019 ekspor biodisel lebih rendah dibandingkan tahun 2021.

"Tapi ekspor minyak sawit secara umum tidak berpengaruh siginifikan. Karena hingga tahun 2019 volume ekspor minyak sawit ke Eropa justru meningkat," tandasnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :