Berita / Nusantara /
2,8 Juta Hektar Kebun Sawit Rakyat Waktunya Diremajakan
Ilustrasi peremajaan kebun sawit (Dede, Rakyat Aceh)
Jakarta, Elaeis.co - Sekitar 2,8 juta hektar kebun sawit rakyat di berbagai provinsi berpotensi untuk ikut peremajaan (replanting).
Pejabat di Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan), Mula Putra, mengatakan, dari luasan tersebut, yang paling dominan untuk di-replanting adalah kebun sawit yang berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
“Sekitar 2,8 juta hektar, termasuk swadaya yang akan kita dorong untuk melakukan peremajaan. Dan sesuai dengan arahan Menko Perekonomian selaku komite pengarah, target peremajaan per tahun adalah 180.000 hektar,” katanya, dikutip Kontan.co.id.
Mula menambahkan, program peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan salah satu kebijakan yang dijalankan pemerintah untuk pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. “Peremajaan sawit sedianya mengganti tanaman yang tidak produktif menjadi produktif,” sebutnya.
Pemerintah, katanya, juga telah memperbarui kebijakan agar petani calon peserta PSR bisa lebih mudah mengakses pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Diantaranya simplifikasi beberapa persyaratan yang dilakukan Ditjenbun.
“Itu tidak lain untuk memudahkan pekebun memperoleh dana atau akses pendanaan ke BPDPKS, namun tidak mengurangi tata kelola dari penggunaan dana itu sendiri,” jelasnya.
Langkah lainnya ialah pelibatan pihak surveyor yang telah coba terapkan dalam peraturan Menteri Pertanian nomor 15 tahun 2020. Mula mengungkapkan, apa yg terjadi pada tahun 1980-an terkait dalam pengembangan perkebunan rakyat, nyatanya masih ditemukan pihaknya hingga saat ini.
Misalnya, menyangkut legalitas lahan. Masih banyak lahan perkebunan yang belum bersertifikat. Selain itu, lahan tersebut juga berada dalam kawasan hutan.
“Banyak kejadian atau insiden di lapangan, lebih dulu SHM terbit dibanding penunjukan kawasan. Ini tantangan tersendiri yang ditemukan waktu kita melakukan verifikasi dalam PSR. Bahkan ada yang tumpang tindih dengan kawasan HGU, ini yang nanti akan kita dorong penyelesaiannya, bagaimana legalitas ini betul-betul bisa menjadi baik khususnya dalam tata kelola perkebunan sawit rakyat,” bebernya.
Peremajaan sawit juga menemui tantangan, di mana di masa pandemi ini kondisi perekonomian pekebun sangat bergantung pada pendapatan dari tanaman kelapa sawit.
“Tren harga sawit saat ini yang cenderung flat, bahkan naik. Akibatnya petani banyak yang mengurungkan niatnya untuk mengikuti program ini. Asosiasi pekebun kelapa sawit harus membantu atau mendekati dan meyakinkan petani bahwa program ini betul-betul bisa dirasakan pada saatnya nanti. Artinya manfaatnya tidak pada saat ini, karena peremajaan merupakan investasi jangka panjang,” tukasnya.
Selain itu, adanya pemeriksaan aparat hukum ini juga menjadi kendala non teknis yang bisa menurunkan minat dan semangat petani maupun aparatur pemerintah.
“Kami sedang melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan aparat hukum. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 tahun tahun 2019 tentang PSR terdapat tiga konsep peremajaan sawit. Pertama, peremajaan dilakukan pekebun secara mandiri. Kedua, dilakukan bekerja sama antara pekebun bersama mitra kerja. Dan ketiga, diserahkan kepada mitra kerja jika pekebun dipandang belum mampu,” tutupnya.







Komentar Via Facebook :