Berita / PSR /
2.250 Hektar Kebun Sawit di Kalteng Ditargetkan Diremajakan Tahun ini
Perkebunan kelapa sawit di Kalteng. foto: Polres Sukamara
Palangkaraya, elaeis.co - Sejak mengikuti Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) pada tahun 2017, luas kebun sawit rakyat di Provinsi Kalimantan Tengah (kalteng) yang sudah mendapatkan rekomendasi teknis (rekomtek) hingga 1 Juni 2023 mencapai 16.580,11 hektar.
Realisasi tanam seluas 13.542,82 hektar atau realisasi fisik 81,68%. Sementara penyaluran dana replanting dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) kepada poktan, gapoktan, dan KUD, melalui bank mitra mencapai Rp 448.322.700.402 dengan realisasi penggunaan dana Rp 351.342.278.848 atau 78,37%.
Menurut Plt Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Kalteng, H Rizky Ramadhana Badjuri MT, program PSR sudah terlaksana di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Seruyan, Lamandau, Sukamara, Katingan, Pulang Pisau, Barito Utara, dan Kota Palangkaraya.
"Tahun ini Kalteng menargetkan PSR seluas 2.250 hektar. Usulan dari sejumlah poktan ke Dinas Perkebunan kabupaten maupun secara online sedang dalam proses," katanya, beberapa hari lalu.
Dia menjelaskan, Program PSR merupakan program strategis nasional yang bertujuan untuk memperbaharui dan meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat di Indonesia.
Dasar pelaksanaan program PSR adalah Permentan Nomor 03 tahun 2022 tentang Pengembangan SDM, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.
"Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat pembukaan lahan, serta meningkatkan kualitas produksi kelapa sawit," jelasnya.
PSR ini berbentuk hibah yang nilainya Rp30 juta per hektar. Masing-masing petani bisa mengusulkan replanting kebun sawit maksimal empat hektar. Itu artinya bantuan yang diterima petani sawit untuk membiayai PSR bisa mencapai Rp 120 juta.
Ditegaskannya bahwa dana PSR dilakokasikan khusus untuk petani sawit, bukan perusahaan. Petani pun hanya bisa mengaksesnya lewat kelembagaan resmi berbentuk poktan, gapoktan, koperasi, atau kelembagaan pekebun lainnya yang beranggotakan minimal 20 orang atau memiliki hamparan paling sedikit 50 hektar dengan jarak antar kebun paling jauh 10 kilometer.
“Poktan dan gapoktan harus terdaftar pada sistem informasi penyuluhan pertanian (Simluhtan) atau ada surat keterangan dari Kepala Dinas Perkebunan setempat,” jelasnya.
Sementara terkait legalitas lahan, bentuknya berupa SHM atau dokumen penguasaan tanah yang dibuktikan dengan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah sesuai dengan ketentuan. “Lahan tidak berada di dalam kawasan hutan atau HGU perusahaan," paparnya.
"Selain itu, umur tanaman telah melewati 25 tahun atau produktivitas kebun kurang dari atau sama dengan 10 ton TBS/hektar/tahun pada umur paling sedikit tujuh tahun. Atau tanaman berasal dari benih tidak unggul,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :