Berita / Nasional /
16 Hasil Riset Sawit Siap Dikomersialisasi
Seminar hilirisasi invensi teknologi untuk peningkatan daya saing industri sawit. Foto: ist.
Jakarta, elaeis.co – Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) bekerja sama dengan Asosiasi Inventor Indonesia (AII) melakukan valuasi dan komersialisasi teknologi hasil riset yang dihasilkan lewat pendanaan Grant Riset Sawit (GRS) tahun 2021 hingga 2023. Hasil seleksi akhir oleh tim ahli internal dan eksternal AII, dari 88 invensi diperoleh 16 invensi yang siap dikomersialisasi.
Dari 16 invensi tersebut, AII berhasil mengantar 9 invensi meraih Letter of Intent (LoI) atau surat kesepakatan sementara; 4 lainnya berupa penandatanganan NDA (Non-Disclosure Agreement) atau perjanjian hukum yang melindungi informasi rahasia dari pihak ketiga; dan 3 sisanya menuju NDA.
Periode sebelumnya, AII mendapatkan 2 LoI dan 1 NDA. Selanjutnya ada 2 invensi yang siap komersil SLL, yakni penemuan dari Dr. Erwinsyah, PPKS Unit Bogor yang sudah komersial, dan komersialisasi lemak calsium oleh Prof Lienda yang telah uji coba pada lingkungan sebenarnya dengan KPBS Pengalengan.
“Proses komersialisasi hasil riset itu tidak semudah membalik tangan meski ada hitung-hitungan ekonominya. Karena itu, tugas AII menjadi jembatan bagi inventor dan investor agar proses ini bisa berjalan lancar,” kata Ketua Umum AII, Prof Dr Didiek Hadjar Goenadi dalam keterangan resmi dikutip elaeis.co, Sabtu (8/3).
Dia menjelaskan, proses komersialisasi berjalan lambat karena AII harus bisa meyakinkan para calon investor tak hanya soal teknologinya, tetapi juga potensi ekonomi yang ada di dalamnya.
“Sebelum pembahasan teknologi lebih dalam, kita harus buat ikatan dulu dengan investor. Karena teknologi yang kita bicarakan itu kan ‘barang dagangan’. Karena itu, kita buat perjanjian yang disebut NDA, agar investor tidak membuka rahasia teknologinya,” bebernya.
Ia mengungkapkan, hal-hal semacam itu bisa menjadi kendala, apalagi jika ada peraturan antarsektor yang tidak sinkron, sehingga menghambat proses hilirisasi. “Semoga kendala ini mendapat perhatian dari pemerintah, agar makin banyak hasil riset anak bangsa yang bisa bermanfaat bagi masyarakat,” tuturnya.
Disinggung soal jumlah invensi yang berhasil dibantu AII menuju hilirisasi, dia menyebut ada 45 invensi dari riset GRS sejak 2019 hingga 2023 yang dibantu mendapat komitmen dari industri.
“Tidak berhenti sampai komitmen. Selanjutnya, bagaimana produk dibuat massal, ketersediaan bahan baku hingga bentuk pemasaran. Prosesnya masih panjang dan butuh dana yang tidak sedikit. Karena itu, proses hilirisasi tidak selalu berjalan mulus,” ucapnya.
Direktur Penyaluran Dana BPDP, Mohammad Alfansyah mengatakan, perubahan nomenklatur dari BPDPKS menjadi BPDP tidak mempengaruhi program yang dikembangkan bersama AII. Malah, bidang penelitian semakin luas, tak hanya kelapa sawit tetapi juga kelapa, kakao, dan karet.
“Mulai tahun ini, inventor bisa mengajukan proposal riset terkait kelapa, karet dan cocoa yang akan didanai BPDP menuju hilirisasi. Tentu saja, risetnya tidak dari awal, paling tidak sudah TRL-7,” jelasnya.
Terkait dana penelitian yang dialokasikan BPDP, dia tidak menyebut angka pasti. “Tak ada alokasi khusus, dana disesuaikan dengan proposal yang akan dibiayai. Mungkin angkanya seperti tahun sebelumnya, sekitar Rp90 miliar,” ungkapnya.
Dana penelitian itu tidak dikurangi karena masih terbilang minim dibandingkan program lain yang berdana besar seperti subsidi biodiesel, peremajaan sawit rakyat (PSR), pengembangan SDM, dan penyediaan sarana dan prasarana.
“Kami berterima kasih kepada AII, yang sudah membantu memvaluasi hasil-hasil riset sawit untuk hilirisasi. Karena tidak mudah menaikkan riset TRL-7 hingga menjadi produk yang siap dikomersialisasi,” tukasnya.
Hal senada dikemukakan Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Lila Harsya Bakhtiar. Pihaknya mendukung dan mendorong komersialisasi hasil riset, terutama komiditas kelapa sawit.
“Kita tahu, kelapa sawit saat ini menjadi penggerak ekonomi nasional. Proses hilirisasi industri kelapa sawit sudah berjalan dengan bagus. Ada sekitar 200 produk turunan sawit, yang semua itu berawal dari riset,” sebutnya.
Ditambahkannya, ketika kelapa sawit dikembangkan 30 tahun lalu, industri hanya mengenal Crude Palm Oil (CPO). Sekarang, Indonesia telah mengekspor lebih dari 93 persen dalam bentuk olahan sawit. Program hilirisasi berhasil dalam meningkatkan nilai tambah kelapa sawit Indonesia.
“Kementerian Perindustrian telah memiliki roadmap atau peta jalan pengembangan hilirisasi industri yang tidak hanya berbasis minyak, tetapi juga berbasis biomassa kelapa sawit,” katanya.







Komentar Via Facebook :