https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Tuntutan Pengendalian Harga Migor juga Bergema dari Timur

Tuntutan Pengendalian Harga Migor juga Bergema dari Timur

Mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di Kupang melakukan demonstrasi di sekitar kantor DPRD NTT. Foto: Luis/elaeis.co


Kupang, elaeis.co - Sedikitnya 500 mahasiswa yang berasal dari 7 perguruan tinggi negeri dan swasta di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menggelar demonstrasi menuntut pengendalian harga minyak goreng (migor).

Massa yang menamakan diri 'Aliansi Mahasiswa dan Rakyat (AMARA) NTT' ini juga menuntut pemerintah mengatasi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite dan membatalkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPn).

Aksi yang dikawal 300 anggota polisi gabungan Polda NTT dan Polres Kupang Kota ini dimulai di depan Rumah Sakit Undana kemudian menuju Polda NTT dan berakhir di kantor DPRD NTT.

10 perwakilan AMARA kemudian diterima anggota DPRD NTT, Ana Kolin dan Hiro Banafanu, di ruang kerja Komisi I DPRD NTT. Dalam pertemuan itu, Koordinator Umum AMARA NTT, Putra Umbu Toku Ngudang, meminta DPRD NTT meneruskan tuntutan mereka ke pemerintah daerah dan pusat.

“Migor langka, BBM Pertalite khususnya program langit biru Pertamina dengan harga khusus juga sudah tidak ada. Rakyat tambah dibuat susah. Karena itu kami minta DPRD untuk perjuangkan aspirasi ini,” kata Putra.

Fadly Anetong, anggota AMARA lainnya mengatakan, Indonesia bersama Malaysia adalah penghasil kelapa sawit terbesar dunia yang merupakan bahan untuk pembuatan minyak goreng, margarin, sabun, hingga biofuel. Ironisnya, katanya, kelimpahan sumber daya alam khususnya sawit ternyata tidak menjamin kesejahteraan rakyat bisa meningkat.

"Bahkan migor susah dijangkau. Masyarakat harus membeli seharga Rp 18.000 sampai Rp 20.000/liter. Akibatnya biaya hidup harian rumah tangga jadi meningkat, rakyat tambah susah,” jelasnya.

Menurutnya, melepaskan harga minyak goreng sesuai mekanisme pasar berarti membiarkan kekuatan terbesar di pasar atau rantai pasok minyak goreng berkuasa penuh dalam pembentukan harga.

"Hal ini sangat riskan jika tidak tercipta pasar persaingan sempurna. Atau dengan kata lain, terjadi monopoli hasil produksi dan pemasaran hasil produksi yang diatur sendiri oleh perusahaan besar," tandasnya.

"Saat ini migor kemasan yang beredar umumnya diproduksi oleh 4 perusahaan besar yang secara bersama-sama menguasai 46,5 persen suplai migor nasional. Pemerintah perlu melihat ini," tambahnya. 

Anggota DPRD NTT Ana Kolin meminta mahasiswa bersabar dan berjanji akan meneruskan tuntutan mereka ke pemerintah.

“Kami dari DPRD mengapresiasi kepedulian mahasiswa atas isu nasional ini. Gerakan untuk mendatangi DPRD sudah sangat tepat. Semua tuntutan akan kami tampung dan teruskan ke pemerintah," katanya. 

 

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :