https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Stok Minyak Sawit Indonesia Turun, ini Penyebabnya

Stok Minyak Sawit Indonesia Turun, ini Penyebabnya

Mukti Sardjono. foto: GAPKI


Jakarta, elaeis.co - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) bulan Februari 2025 mencapai 3.789 ribu ton. Lebih rendah 1% dibandingkan dengan produksi bulan Januari 2025 yang mencapai 3.828 ribu ton.

Produksi minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) juga turun menjadi 354 ribu ton dari 356 ribu ton pada bulan Februari. Sehingga total produksi CPO & PKO bulan Februari 2025 mencapai 4.144 ribu ton. Lebih rendah 0,96% dari 4.184 ribu ton pada Januari 2025.

"Secara tahunan (YoY) sampai dengan bulan Februari 2025, total produksi CPO & PKO mencapai 8.327 ribu ton yang lebih rendah 6,3% dari total produksi tahun 2024 sebesar 8.886 ribu ton," kata Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif GAPKI, dalam siaran pers dikutip Selasa (6/5).

Dia melanjutkan, total konsumsi dalam negeri naik 159 ribu ton dari 1.871 ribu ton pada bulan Januari 2025 menjadi 2.030 ribu ton pada bulan Februari 2025 (naik 8,5%). Konsumsi biodiesel naik dari 916 ribu ton menjadi 1.001 ribu ton dan oleokimia turun 22 ribu ton dari 197 ribu ton menjadi 175 ribu ton, sedangkan konsumsi untuk bahan pangan naik 96 ribu ton dari 758 ribu ton pada menjadi 854 ribu ton.

Secara YoY sampai dengan bulan Februari, konsumsi dalam negeri tahun 2025 mencapai 3.902 ribu ton atau 2,5% lebih tinggi dari tahun 2024 sebesar 3.807 ribu ton.

"Konsumsi untuk pangan mencapai 1.612 ribu ton atau 2,8% lebih tinggi dari tahun lalu, oleokimia 372 atau lebih tinggi 2,8% dari tahun sebelumnya, sedangkan biodiesel 1.917 ribu ton atau 2,2% lebih tinggi dari tahun sebelumnya," rincinya.

GAPKI juga mencatat total ekspor bulan Februari 2025 mencapai 2.803 ribu ton, lebih tinggi 843 ribu ton dari pencapaian pada bulan Januari 2025 sebesar 1.960 ribu ton. Penurunan sebesar 6,2% terjadi pada ekspor oleokimia, dari 388 ribu ton pada bulan Januari 2025 menjadi 364 ribu ton di bulan Februari 2025.

Sedangkan ekspor CPO dari 39 ribu ton pada Januari 2025 naik 207 ribu ton menjadi 246 ribu ton pada bulan Februari 2025, ekspor produk olahan CPO dari 1.449 ribu ton naik 43,5% pada bulan Januari 2025 menjadi 2.079 ribu ton di bulan Februari 2025.

Dibandingkan dengan bulan Januari 2025, kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan India dari 112 ribu ton menjadi 387 ribu ton (+275 ribu ton/245%), Pakistan naik dari 178 ribu ton menjadi 361 ribu ton (+183 ribu ton/103%), Bangladesh naik dari 93 ribu ton menjadi 194 ribu ton (+101 ribu ton/108%), China naik dari 274 ribu ton menjadi 434 ribu ton (+160 ribu ton/59%), Malaysia naik dari 86 ribu ton menjadi 172 ribu ton (+86 ribu ton/100%), EU naik dari 200 ribu ton menjadi 298 ribu ton (98 ribu ton/49%).

Negara tujuan yang mengalami penurunan ekspor antara lain Rusia turun dari 72 ribu ton menjadi 35 ribu ton (-37 ribu ton/-52%), USA turun dari 170 ribu ton menjadi 153 ribu ton (-17 ribu ton/-10%); dan Mesir turun dari 88 ribu ton menjadi 74 ribu toin (-14 ribu ton/-15%).

"Nilai ekspor yang dicapai bulan Februari 2025 sebesar US$ 3.192 juta (Rp 52 triliun) naik 40% dari nilai ekspor bulan Januari 2025 sebesar US$ 2.274 juta (Rp 36 triliun)," sebutnya.

Kenaikan nilai ekspor didukung dengan kenaikan harga CPO dari US$ 1.208 pada bulan Januari menjadi US$ 1.232/ton cif Rotterdam dan untuk nilai rupiahnya juga disebabkan kenaikan nilai tukar US dolar terhadap rupiah dari Rp 16.003/US$ pada bulan Januari menjadi Rp16.338/US$ pada bulan Februari.

"Dengan produksi, konsumsi, dan ekspor diuraikan sebelumnya, maka stok akhir Februari 2025 adalah 2.249 ribu ton, turun 753 ribu ton dari bulan sebelumnya sebesar 2.936 ribu ton," tutupnya.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :