https://www.elaeis.co

Berita / Kalimantan /

Menyelamatkan Kebun Kakao yang Menyusut Akibat Ekspansi Sawit

Menyelamatkan Kebun Kakao yang Menyusut Akibat Ekspansi Sawit

Kebun kakao di Kabupaten Berau. foto: Disbun Berau


Tanjung Redeb, elaeis.co - Luas areal tanaman kakao di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, terus berkurang. Banyak pekebun mengalihfungsikannya ke komoditas lain.

Berdasarkan Dinas Perkebunan (Disbun) Berau, penyusutan areal tanaman kakao terjadi sejak tahun 2018. Sebelumnya luas kebun kakao tercatat mencapai 2.700 hektar, namun saat ini hanya ada sekitar 1.000-an hektar.

Menyadari ancaman yang terjadi, Pemkab Berau terus berupaya mempertahankan luas areal tanaman kakao yang tersisa. Caranya, membuat surat keputusan (SK) Bupati Berau untuk melindungi 500 hektar lahan kakao agar tidak dialihfungsikan ke tanaman lain.

"Banyak yang ganti komoditas, kebanyakan beralih menjadi kebun sawit. Makanya perlu dikeluarkan SK sebagai kawasan pengembangan kakao di Kabupaten Berau," kata Kepala Disbun Berau, Lita Handini, beberapa hari lalu.

Menurutnya, kakao perlu diselamatkan karena potensi ekspornya sangat menjanjikan. Kakao Berau sudah menembus pasar luar negeri karena kualitasnya sudah diakui. Bahkan kualitas kakao Berau masuk 8 besar terbaik dunia. Dan tahun lalu, kakao Berau meraih prestasi sebagai biji kakao fermentasi terbaik se-Indonesia.  

"Sisi hilir sudah jalan, pembelinya banyak karena kualitasnya bagus. Sekarang masalahnya di hulu, pekebunnya makin berkurang karena banyak yang beralih ke kelapa sawit,” ujarnya.

Meski sawit dinilai menggiurkan, menurutnya, menanam kakao sebenarnya tak kalah menguntungkan. Dia menyebutkan, pekebun di Rantau Panjang yang memiliki lahan seperempat hektar berisi 200 pohon kakao bisa mengantongi hingga Rp 4,8 juta per bulan. "Itu dari penjualan buah kakao saja. Dia bisa panen hingga 100 kg kakao setiap minggu," ungkapnya.

Pekebun kakao bisa mendapatkan pendapatan lain dari menjual bibit kakao. Harganya Rp 20 ribu per bibit sehingga jika memproduksi 8.000 bibit per tahun maka akan menghasilkan Rp 160 juta. 

"Prospeknya sebenarnya sangat bagus. Kakao bisa berbuah sampai umur 30 tahun. Jika dikelola maksimal, lahan kakao 0,5 hektar hasilnya akan sama dengan kebun sawit seluas 4 hektar. Hanya perlu ketelatenan saja untuk mendapatkan kakao yang bagus," tukasnya.

Untuk merangsang minat pekebun, nantinya di kawasan yang di-SK-kan sebagai lokasi pengembangan kakao itu akan dikucurkan berbagai bantuan. Seperti pupuk, racun, hingga pendampingan petani melalui sekolah lapang. Pihak swasta juga akan digandeng sebagai off taker.

"Tahun ini targetnya 19 kampung yang akan mendapatkan SK, baru bisa sebagian. Sisanya akan di-SK-kan tahun depan," sebutnya.

Bupati Berau, Sri Juniarsih, mengatakan, kakao Berau terutama yang dikelola oleh masyarakat di Kampung Merasa, Kecamatan Kelay, sudah mendunia. "Banyak cokelat dari daerah lain, tetapi yang dipesan dari Berau," ujarnya.

Itu sebabnya dia akan terus mendorong masyarakat agar tetap semangat menanam kakao. Camat dan para kepala kampung di Kecamatan Kelay juga diminta terus memaksimalkan potensi wilayah terutama dari sisi pariwisata dan ekonomi kreatif.

"Bisa dimulai dari pembuatan olahan makanan maupun kerajinan tangan sebagai buah tangan khas dari Kecamatan Kelay," sarannya.
 

Komentar Via Facebook :