Berita / Iptek /
Limbah Sawit Digunakan untuk Tingkatkan Kesuburan Lahan Pasang Surut
Jakarta, elaeis.co - Jeruk adalah salah satunya jenis buah yang digemari. Meski dibudidayakan secara luas, Indonesia setiap tahunnya mendatangkan sekitar 100.000 ton jeruk untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Ini setara dengan penanaman jeruk di lahan seluas sekitar 4.000 ha.
Untuk memenuhi kebutuhan itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membantu pengembangan budi daya jeruk di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (kaltim). Jeruk merupakan salah satu potensi di daerah penyangga IKN (Ibu Kota Nusantara). Banyaknya lahan rawa pasang surut di Kaltim dapat menjadi peluang untuk penanaman jeruk.
Peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Hortikultura, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (PRH ORPP) BRIN, Anang Triwiratno, mengungkapkan, dalam mengembangkan tanaman jeruk, pihaknya bekerja sama dengan salah satu mitra industri yaitu Pondok Pesantren Trubus Iman. "Kerja sama ini berlangsung sejak tahun 2022 yang diperpanjang setiap tahunnya dengan varietas jeruk Siam (C. nobilis),” kata Anang melalui keterangan resmi Humas BRIN dikutip Jumat (29/11).
Lebih lanjut ia menjelaskan, varietas jeruk Siam paling banyak populasi dan kesesuaiannya dengan lahan yang ada di Indonesia. Ada tiga dataran tinggi yang memiliki varietas Siam, yaitu Brastagi, Bali, dan Sumatera Barat.
Dia dan tim PRH ORPP BRIN memilih Kaltim karena merupakan daerah yang menyimpan cukup banyak limbah dari kelapa sawit. "Kami berinovasi untuk meningkatkan kesuburan lahan memanfaatkan bahan organik dari limbah sawit yang tersedia dengan menggunakan decomposer temuan Pusat Riset Hortikultura," ungkapnya.
Selain itu mereka melakukan inovasi penyediaan benih yang sesuai untuk lahan pasang surut dengan menggunakan benih okucang (okulasi cangkok). Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kondisi lahan rawa dan lahan pasang surut yang mempunyai lapisan olah yang sangat dangkal.
Penyakit sistemik yang menyerang tanaman jeruk di Indonesia dapat memberikan dampak penurunan ekonomi secara signifikan. Oleh karena itu diperlukan sistem pengendalian presisi yang tepat dengan cara melakukan identifikasi, menyiapkan teknologi pengendalian, menerapkan cara, waktu, dan dosis takaran yang tepat.
Adanya penyakit pada tanaman menjadikan kondisinya tidak dapat tumbuh secara optimal dan merugikan secara nilai ekonomi. Penyakit sistemik dapat disebabkan oleh kelompok virus, cendawan, dan bakteri. Penyakit jeruk yang disebabkan oleh virus adalah CVPD, CTV, CVEV, CPsV, dan CEV. Sementara kelompok penyakit yang disebabkan cendawan adalah penyakit busuk batang diplodia, blendok, busuk akar dan pangkal batang, jamur upas, embun tepung, kudis, antraknosa, alternaria, kanker, jelaga, dan ganggang. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah kanker jeruk.
“Dalam program rehabilitasi tanaman jeruk secara nasional ini, kita harus melakukan pengamanan secara holistik. Harus secara bersama-sama, dan juga diperlukan keterlibatan seluruh pihak,” paparnya.
Anang juga membahas mengenai pengendalian secara presisi yang dilakukan melalui Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat plus (PTKJSPLUS). Strategi tersebut meliputi sembilan komponen teknologi yang diterapkan secara holistik dan sedapat mungkin bisa dilakukan bersama-sama apabila sudah ditemukan.
Komponen tersebut terdiri dari bibit jeruk berlabel bebas penyakit HLB yang sudah dibersihkan melalui shoot tip grafting secara in vitro atau somatik embriogenesis, sertifikasi dan karantina untuk mencegah masuknya penyakit virus baru yang berbahaya ke wilayah pengembangan yang masih belum terkontaminasi, deteksi yang cepat dan sensitif untuk mengatasi gejala yang sulit dibedakan atau symptomless sehingga pembongkaran tanaman terinfeksi cepat dapat dilakukan, dan serangga penular HLB (D. citri) dikendalikan secara cermat.
“Hal-hal lain yang perlu dilakukan juga dalam pengendalian secara presisi antara lain sanitasi kebun secara konsisten. Dianjurkan sanitasi (pangkas berat bagian tanaman sakit), menjaga kebersihan tanaman dan lingkungan kebun dan eradikasi (bongkar tanaman terinfeksi penyakit parah), tanaman dipelihara secara optimal, varietas batang bawah dan batang atas toleran terhadap penyakit HLB, dan terapi pada suhu 40 – 42°C selama 3 – 4 hari dan dapat dilakukan perulangan, bisa mematikan patogen dan memperbaiki pertumbahan tanaman terinfeksi. Teknik ini dapat dilakukan di daerah yang tidak ada vektor dan tanaman masih mempunyai potensi berproduksi dengan baik,” bebernya.
PRH BRIN bekerja sama dengan Pondok Pesantren Trubus Iman Paser Kaltim yang memiliki lahan cukup luas, menerapkan pengendalian presisi dalam satu hamparan kawasan yang memang khusus dikelola untuk tanaman jeruk. Sumber inovasi yang didapat untuk menghasilkan pengendalian presisi berasal dari BRIN yang diterapkan dalam satu wilayah untuk pengembangan kawasan agribisnis jeruk yang merupakan tempat belajar bagi kelompok tani, PPL, POPT, dan institusi pemerintah. Materi pembelajarannya meliputi demoplot (satu hamparan lahan tanaman), pelatihan, asistensi, dan penguatan kelembagaan.
“Penerapan kami di Pondok Pesantren Trubus Iman dilaksanakan dengan membuat demoplot penerapan inovasi, penyediaan benih jeruk yang sesuai, inovasi benih dengan populasi cangkok, penyediaan bahan organik, pembinaan kelembagaan, mengadakan pelatihan baik di ruangan maupun di lapangan, dan melakukan pendampingan,” katanya.
Dalam penelitiannya, Anang melakukan pengembangan varietas unggul baru jeruk pada lahan pasang surut dan kering di Paser Kaltim yang dilakukan dengan cara menyiapkan lahan tersebut sehingga menjadi siap ditanami jeruk dengan pengaturan pengairan dan peningkatan kesuburan. Kemudian menyediakan benih jeruk dengan metode okulasi dan okucang yang sesuai untuk lahan pasang surut dan menyediakan kompos yang dihasilkan dari bahan organik limbah yang tersedia melimpah seperti tandan kosong sawit, limbah baglok jamur, dan kotoran domba.
Dia menambahkan, pada tahun ketiga pelaksanaan kerja sama dengan Pondok Pesantren Trubus Iman, pihaknya melanjutkan pengelolaan tanaman penelitian tahun kedua, penelitian lanjutan dan parameter pengamatan pertumbuhan tanaman, pengajuan paten biasa dekomposer D1 TSA. "Kami juga melakukan penanganan panen dan pasca panen, serta melakukan komunikasi intensif dan pendampingan pengembangan skala luas," tutupnya.
Komentar Via Facebook :