https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Jelang Putusan Korupsi Fasilitas Ekspor CPO, Prof Suparji Singgung Sensitivitas Majelis Hakim

Jelang Putusan Korupsi Fasilitas Ekspor CPO, Prof Suparji Singgung Sensitivitas Majelis Hakim


Jakarta, elaeis.co - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad menyoroti kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Januari-Maret 2022, yang saat ini sudah memasuki babak akhir. 

Kelima terdakwa hari ini menjalani sidang putusan. Yakni Mantan  Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Indrasari Wisnu Wardhana, kemudian Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor.

Selanjutnya Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA. Keempat, General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, serta Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Prof Suparji mengatakan, pada awal tahun 2022 di seluruh wilayah Indonesia terjadi kelangkaan minyak goreng yang mengakibatkan mahalnya harga minyak goreng yang bukan hanya dirasakan masyarakat umum dan pedagang saja, tetapi juga pelaku industri kecil menengah yang membutuhkan minyak goreng sebagai salah satu komponen dalam proses produksinya.  

Kelangkaan minyak goreng di masyarakat ini terjadi akibat adanya penyimpangan permainan antara oknum pengusaha dengan oknum pejabat di Kementerian Perdagangan, dimana oknum pejabat ini memberikan fasilitas persetujuan ekspor (PE) yang tidak sesuai kepada perusahaan meskipun mengetahui bahwa pengusaha itu tidak memenuhi syarat untuk diberikan PE di antaranya tidak memenuhi DMO 20%. 

Keadaan ini mengharuskan Aparat Penegak Hukum (APH) melakukan penegakan hukum untuk mendorong tindakan ini dihentikan.

Prof Suparji menyampaikan, dampak nyata yang terlihat adalah terjadinya antrian masyarakat dalam memperoleh minyak goreng, unjuk rasa, dan gejolak di dalam mayarakat yang menggangu stabilitas keamanan dan ketertiban. Hal ini merupakan suatu ironi mengingat Indonesia adalah salah satu penghasil CPO terbesar di dunia. 

“Hal ini terjadi karena adanya kongkalikong untuk keuntungan besar pribadi dan golongan tertentu yang mempertaruhkan nasib rakyat kecil yang dilakukan oleh pejabat Kementerian Perdagangan dan pengusaha CPO yang melakukan ekspor dengan menyimpangi ketentuan kewajiban pendistribusian dalam negeri  sebanyak 20 persen," kata Suparji dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/1).  

Sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Prof Suparji juga membeberkan sejumlah fakta di persidangan. Pertama, para terdakwa telah melakukan perbuatan-perbuatan untuk mempengaruhi kebijakan penerbitan persetujuan izin ekspor CPO dengan diterbitkanlah persetujuan izin ekspor CPO dan turunannya. 

"Perbuatan tersebut antara lain memanipulasi dokumen yang dijadikan persyaratan memperoleh izin ekspor CPO dan turunannya, memanipulasi dokumen realisasi pendistribusian minyak goreng di dalam negeri sebesar 20 persen, menggunakan dokumen secara berulangkali dengan nomor materai dan nomor seri yang sama untuk dilampirkan dalam surat permohonan penerbitan izin ekspor," bebernya  

Selain itu, lanjutnya, untuk memuluskan dokumen-dokumen yang tidak sah, para terdakwa juga melakukan pertemuan-pertemuan dan komunikasi sebagai pengambil kebijakan terkait penerbitan izin ekspor CPO dan turunannya.

Bahkan, para terdakwa juga memberikan sejumlah uang kepada tim verifikator Kementerian Perdagangan untuk memuluskan aksi bulusnya itu. Akibat perbuatan-perbuatan melawan hukum itu, para terdakwa menimbulkan kerugian keuangan dan perekonomian negara senilai Rp19.452.055.974.558.

"Masyarakat berharap sensitivitas penegakan hukum khususnya Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini, dimana apabila terdakwa dalam perkara ini ternyata dibebaskan karena kepentingan pragmatis semata, maka masyarakat akan menganggap persidangan yang dilakukan dengan biaya negara hanyalah sandiwara semata," pungkasnya.

Komentar Via Facebook :