https://www.elaeis.co

Berita / Sulawesi /

Begini Upaya Disbun Sulbar Antisipasi Dampak Perubahan Iklim di Perkebunan Rakyat

Begini Upaya Disbun Sulbar Antisipasi Dampak Perubahan Iklim di Perkebunan Rakyat

Staf Disbun Sulbar melakukan monitoring kondisi prasarana irigasi di kawasan perkebunan. foto: Humas Sulbar


Mamuju, elaeis.co - Upaya optimalisasi prasarana irigasi di kawasan perkebunan menjadi salah satu langkah antisipasi kekeringan sebagai dampak perubahan iklim yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan (disbun) Sulawesi Barat (Sulbar). 

Kepala Dinas Perkebunan Sulbar, Herdin Ismail, mengatakan, optimalisasi dilakukan sejak awal musim penghujan ini.

"Saya sudah memerintahkan jajaran untuk melakukan identifikasi dan penyusunan rekomendasi rencana aksi mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim setelah mengikuti rapat pembahasan RPJMD, RPJD dengan Pj. Gubernur Sulbar dan OPD terkait lainnya. Masalah ini menjadi salah satu bahasan dalam rapat tersebut," ungkapnya dalam rilis Humas Pemprov Sulbar dikutip Minggu (11/2).

Dia menegaskan, pembahasan dampak kekeringan serta dampak perubahan iklim lainnya pada peningkatan produksi dan produktivitas komoditi perkebunan itu, akan digodok secara intens dengan melibatkan semua bidang di lingkup Disbun Sulbar.

"Ini akan kami ajukan segera kepada tim penyusun dokumen perencanaan RPJMD dan RPJP sebagai salah satu isu strategis dalam pembangunan perkebunan secara berkelanjutan, yang merupakan sub sektor yang berkontribusi signifikan dalam perekonomian wilayah Sulbar hingga lebih dari 20 persen terhadap total PDRB Sulbar," tandasnya.

Kepala Bidang Prasarana, Sarana dan Kelembagaan Disbun Sulbar Amirullah Rasyid bersama staf telah melakukan monitoring kondisi prasarana irigasi di kawasan perkebunan terutama yang berasal dari bantuan pemerintah melalui APBN maupun APBD di enam kabupaten. Bantuan irigasi ini meliputi embung, perpompaan dan perpipaan sebanyak 27 unit yang dialokasikan sejak tahun 2021 hingga tahun 2023 lalu.

Menurut Amirullah, dari monitoring tersebut diketahui kondisi irigasi sekitar 70 persen masih dapat berfungsi walaupun beberapa unit tetap membutuhkan perbaikan atau perawatan. Sedangkan 30 persen lainnya memang dalam kondisi tidak berfungsi sama sekali.

"Penyebabnya mulai dari menurunnya debit air hingga perubahan jalur sungai yang menjadi sumber air dari irigasi ini," sebutnya.

Sesuai dengan arahan Kepala Disbun Sulbar, pihaknya telah membahas dan menyusun rencana tindak lanjut terkait masing-masing kondisi irigasi, mulai dari perawatan alat dan mesin pompa, rehabilitasi ringan bangunan irigasi embung, penggantian pipa dan struktur pemasangan untuk optimalisasi kapasitas dan jangkauan pemanfaatannya, hingga rencana realokasi irigasi perpipaan dan perpompaan untuk yang sumber air memang sudah tidak mencukupi lagi.

"Sebagian besar usulan perbaikan dan rehabilitasi ini akan diajukan ke Direktorat Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, mengingat keterbatasan kewenangan provinsi dalam penyediaan dan pengelolaan unit irigasi untuk kawasan perkebunan, " ujarnya.

Amirullah menekankan, irigasi untuk mendukung peningkatan produksi kawasan kakao, kopi, kelapa sawit, cengkeh, dan komoditi perkebunan lainnya harus menjadi prioritas mengingat setiap tahunnya dampak perubahan iklim terus meningkat.

"Ini sejalan dengan peringatan dari BMKG sejak pertengahan tahun 2023 lalu bahwa perlu adanya mitigasi antisipasi dampak El Nino di tahun 2024 hingga 2025, terutama di sektor pertanian dan perkebunan yang merupakan sektor paling rentan," ungkapnya.

Dia menjelaskan, irigasi seperti embung ini difungsikan dengan memanen atau menampung air hujan dan aliran permukaan pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan, seperti mata air, parit, sungai-sungai kecil dan sebagainya, sehingga mampu menyediakan sumber air bagi lahan dan tanaman perkebunan terutama di musim kemarau/kekeringan.

"Embung dengan kapasitas hingga 500 m3 menjadi sumber air bagi 20 sampai 50 hektar lahan perkebunan," terangnya.


 

Komentar Via Facebook :