https://www.elaeis.co

Berita / PSR /

APKASINDO Kritik Keras GAPKI : Enggak Boleh Itu!

APKASINDO Kritik Keras GAPKI : Enggak Boleh Itu!

Gus Dalhari Harahap SH, Ketua DPW Apkasindo Sumut dan Ketua Harian DPP Apkasindo


Medan, elaeis.co - Asosisiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mengkritik keras Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) terkait pelaksanaan program peremajaan sawit rakyat (PSR) dan kemitraan antara pengusaha dan petani sawit.

“Kemitraan harus seumur hidup, itu namanya keberlanjutan atau keinginan,” kata Ketua Harian DPP Apkasindo, Gus Dalhari Harahap, kepada elaeis.co , Kamis (6/6/2024).

Ketua DPW APKASINDO Sumut ini mengatakan hal itu guna menanggapi ide yang disampaikan Sekretaris Jenderal GAPKI, Hadi Sugeng, terkait program PSR dan pembangunan kemitraan antara pengusaha dan petani sawit.

Kata Gus Harahap, kemitraan harus dilakukan dengan landasan kesetaraan, berkeadilan, dan sama-sama menguntungkan satu sama lainnya.

"Bukan membuat rambu yang seperti jebakan. Enggak boleh itu!" tutur Gus menambahkan. 

Ia mengingatkan GAPKI, konsep dan pelaksanaan program PSR berbeda dengan konsep dan pelaksanaan kebun sawit plasma.

“Tidak ada kewajiban dan ditahan atas dasar hak petani meskipun (jangka waktu kerjasama -red) hanya 8 sampai 10 tahun,” tegas Gus.

Sekadar mengingatkan, dalam berita sebelumnya Sekjen GAPKI Hadi Sugeng memberikan usulan yang lebih spesifik terkait kemitraan dalam program PSR.

Baca Juga:  Pilih Mana, Program PSR Jalur Kemitraan atau Mandiri. Ini Saran GAPKI

“Spesifik yang saya maksudkan begini, biarlah perusahaan yang mengerjakan program PSR dengan standar dan kualitas perusahaan di kebun sawit petani yang ikut PSR,” kata Hadi.

“Tak cukup itu saja, kalau setuju, biarlah perusahaan yang mengelola kebun sawit petani untuk jangka waktu tertentu,” tutur Hadi lebih lanjut.
 
Katakanlah, sambung Hadi, pengelolaan kebun petani tersebut tidak perlu sepanjang satu siklus tanaman sawit selama minimal 25 tahun.

Cukup hanya selama 8 atau 10 tahun lunas kredit pembangunan kebun, setiap hasil panen per bulan akan diberikan kepada petani setelah dikurangi dengan biaya operasional perusahaan sawit yang dilakukan secara transparan dan profesional.

Lalu, bagaimana dengan dana program PSR sebesar Rp 30 juta, atau mungkin Rp 60 juta per hektar maksimal 4 hektar seperti yang diwacanakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)?

Kata dia, dana untuk program PSR sebesar Rp 30 juta atau nanti diselenggarakan Rp 60 juta sebaiknya dikelola dengan benar oleh petani melalui koperasi mereka.

“Yang penting adalah, agar semua sama-sama bahagia, perusahaan yang mengrjakan dan biayai semua, nanti biayanya dipotong dari hasil panen TBS petani,” ujarnya. 

“Setelah masa kesepakatan berakhir, petani boleh memilih, mau melanjutkan atau tidak pola pengelolaan kebun dalam kemitraan dengan pihak perusahaan sawit,” tegas Hadi.


 

Komentar Via Facebook :