https://www.elaeis.co

Berita / PSR /

Pilih Mana, Program PSR Jalur Kemitraan atau Mandiri. Ini Saran GAPKI

Pilih Mana, Program PSR Jalur Kemitraan atau Mandiri. Ini Saran GAPKI

GAPKI mendukung pelaksnaan Program PAR, baik jalur mandiri maupun kemitraan. (Foto: tangkapan layar)


Medan, elaeis.co - Program peremajaan sawit rakyat (PSR) telah dimulai sejak tahun 2017 lalu. Pelaksanaan program ini mulai banyak menunjukkan hasil yang baik, terutama dinikmati oleh para petani sawit.

Namun demikian, program ini tidak berjalan mulus. Implementasi program ini di tingkat nasional ternyata tidak mampu menembus target 180.000 hektar (Ha) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan).

Untuk menyiasatinya, Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementan pun mengeluarkan regulasi yang memungkinkan program PSR dijalankan melalui jalur kemitraan antara petani dan perusahaan sawit.

"Apakah jalur mandiri atau kemitraan, pasti akan kita (GAPKI - red) mendukung,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, kepada para wartawan di Medan, beberapa waktu lalu.

Namun, kata Eddy Martono yang saat itu menghadiri acara 9th Indonesian Palm Oil's Stakeholders (IPOS) Forum yang diadakan GAPKI Sumut, pelaksanaan Program PSR akan lebih baik, cepar, dan selaras, bila melalui jalur kemitraan.

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) GAPKI, Hadi Sugeng, juga menyatakan hal yang senada. Baginya, jalur kemitraan dalam pelaksanaan program PSR akan membuat banyak pihak tersenyum puas.

Di satu sisi, katanya, Pemerintah akan senang karena target luasan lahan untuk program PSR bisa dikejar atau mungkin pun bisa terlampaui.

Baca Juga:  Terkait Program PSR, Aspek-PIR Bakal Lakukan Ini di Medan

Di sisi lain, ujar salah satu petinggi Astra Agro Lesrari (AAL) ini, pengusaha dan petani sawit yang berkumpul dalam program PSR pun ikut senang karena keberlanjutan perkebunan sawit bisa tetap terjaga.

“Tetapi kalau boleh saya usulkan, kemitraan dalam program PSR bisa dilakukan lebih spesifik,” tambah Hadi Sugeng.

Hal itu ia katakan saat berbincang-bincang dengan CEO Elaeis Media Group, Abdul Aziz Manurung, dan Redaktur Pelansana (Redpel) elaeis.co , Hendrik Hutabarat, di lokasi pelaksnaan IPOS Forum.

“Spesifik yang saya maksudkan begini, biarlah perusahaan yang mengerjakan program PSR dengan standar dan kualitas perusahaan di kebun sawit petani yang ikut PSR,” kata Hadi.

“Tidak cukup itu saja, kalau setuju, biarlah perusahaan yang mengelola kebun sawit petani untuk jangka waktu tertentu,” tutur Hadi lebih lanjut.
 
Katakanlah, sambung Hadi, pengelolaan kebun petani tersebut tidak perlu sepanjang satu siklus tanaman sawit selama minimal 25 tahun.

Cukup hanya selama 8 atau 10 tahun lunas kredit pembangunan kebun, setiap hasil panen per bulan akan diberikan kepada petani setelah dikurangi dengan biaya operasional perusahaan sawit yang dilakukan secara transparan dan profesional.

Lalu, bagaimana dengan dana program PSR sebesar Rp 30 juta, atau mungkin Rp 60 juta per hektar maksimal 4 hektar seperti yang diwacanakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)?

Kata dia, dana untuk program PSR sebesar Rp 30 juta atau nanti diselenggarakan Rp 60 juta sebaiknya dikelola dengan benar oleh petani melalui koperasi mereka.

“Yang penting adalah, agar semua sama-sama bahagia, perusahaan yang bekerja dan biaya semua, nanti biayanya dipotong dari hasil panen TBS petani,” ujarnya. 

“Setelah masa perjanjian berakhir, petani boleh memilih, mau melanjutkan atau tidak pola pengelolaan kebun dalam kemitraan dengan pihak perusahaan sawit,” tegas Hadi Sugeng selaku Sekjen GAPKI.

Komentar Via Facebook :