https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

Yang Tak Plong di Ayana

Yang Tak Plong di Ayana

Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga. foto: aziz


Jakarta, elaeis.co - Buka bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) di Ballroom A, Ayana Midplaza Jakarta tadi malam itu sesungguhnya tidaklah plong terasa.

Sebab di hari yang sama, kolega pemilik acara yang juga kolega para tetamu yang notabene pelaku kelapa sawit, sedang dililit masalah di 'Gedung Bundar' Kejaksaan Agung.

Kemarin itu, ada tiga orang yang langsung dikurung gara-gara persoalan minyak goreng (migor). Mereka antara lain; MPT (Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia), SMA (Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup), dan PT (General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas).    
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, bolak balik digiring wartawan keluar dari ballroom itu untuk ditanyai seputar persoalan migor tadi. Begitu juga dengan Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono. 

Meski situasinya begitu, waktu didapuk berbicara di podium yang ada di ballroom tadi, Sahat tidak 'menyenggol' soal tiga koleganya itu.  

Baca juga: Tentang Curhat Sahat Sinaga di Bukber GAPKI Itu

Yang dilakukan lelaki 75 tahun ini justru mengulas kembali soal Domestic Market Obligation (DMO) yang sebetulnya, 14 tahun lalu, persis tahun 2008, sudah pernah diberlakukan di industri migor, tapi amburadul dan kemudian distop. 

"Kalau di batubara DMO itu berhasil, lantaran pemainnya cuma PLN. Apa susahnya mengontrol satu perusahaan, ini, di industri sawit, perusahaannya puluhan," katanya.

DMO stop, semua kelabakan. Migor kemasan tak jadi-jadi lantaran investor takut berinvestasi. "Iya kalau migor kemasan ini jalan. Kalau enggak, gimana?" begitulah pertanyaan yang muncul.

Sesudah tahun 2020 kata ayah tiga anak ini, sekitar 12 perusahaan penghasil migor menyetop divisi migor curah dan masuk pada kemasan.

Namun pada 27 Desember 2021 migor curah dijalankan. "Emangnya pabrik itu kayak pabrik kacang atau pabrik rokok apa? Di sinilah saya bilang pemerintah kita ini enggak ngerti bisnis," ujarnya. 

Asal tahu saja kata Sahat, di dunia ini cuma 3 negara migor curah, dan itu negara-negara miskin. "Masa kita juga negara miskin?" Sahat mencibir. 

Sebetulnya kata Sahat, dalam bisnis itu, kitab sucinya cuma 2; regulasi yang konsisten dan keamanan. Tapi yang ada malah enggak begitu. 

Aturan yang muncul bikin pusing. Sebab dalam dua bulan saja, ada 12 regulasi yang muncul.

Yang paling membikin tak enak itu kata Sahat, Harga Eceran Tertinggi (HET) migor curah dibikin, padahal di republik ini, dari 34 provinsi, ada 8 provinsi yang tidak pernah mengenal migor curah. 

"Kita harus paham bahwa republik ini negara kepulauan. Jangan kita seolah menganggap republik ini kayak Malaysia yang hanya satu peninsula. Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) saja ada 8 ribu pulau. Ini gimana? Mereka enggak pernah mengenal migor curah. Di sini kita enggak mengerti bikin regulasi itu," tegasnya. 

Komentar Via Facebook :