Berita / Nasional /
Tutupi Defisit BBM, Industri Sawit Didorong Genjot Produksi Biodiesel
Biodiesel dengan bahan baku minyak sawit. foto: ESDM
Jakarta, elaeis.co – Ekspor sawit Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan, termasuk kebijakan anti-deforestasi oleh pihak Uni Eropa.
Uni Eropa sendiri menjadi salah satu pasar utama minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dari Indonesia. Namun, kebijakan seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR) dan Renewable Energy Directive (RED) II, yang membatasi penggunaan biofuel sawit, telah mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke kawasan tersebut.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dapil Sumatera Utara, Lamhot Sinaga menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterimanya, ekspor CPO saat ini hanya tinggal 7 persen dari sebelumnya hampir menyentuh 80 persen.
“Adapun selebihnya, sudah diolah menjadi menjadi produk turunan sawit itu sendiri,” kata Lamhot dalam keterangannya dikutip Sabtu (19/4).
Dia mendukung langkah pemerintah melakukan hilirisasi sawit. Menurutnya, selama ini publik mengenal produk turunan sawit hanya untuk minyak goreng, deterjen, dan sebagainya. Padahal, sawit dapat menjadi turunan dalam bentuk biodiesel untuk memenuhi kebutuhan BBM.
“Sehingga, (hal itu dapat memenuhi kebutuhan energi) di tengah-tengah defisitnya kebutuhan BBM kita atau energi kita yang selama ini kita impor,” terangnya.
Disebutkannya, kebutuhan energi khususnya BBM, per hari adalah kurang lebih 2 juta barel (barel per day/bpd). Sementara lifting migas nasional hanya mampu penuhi di angka sekitar 600 ribu bpd, sehingga Indonesia harus impor antara 1,4-1,6 juta bpd.
“Nah, karena itu kita ingin mendorong industri sawit untuk memproduksi industri turunan untuk biodiesel untuk menutupi defisitnya BBM kita atau mengurangi angka importasi BBM kita. Kalau kemudian nanti semua industri sawit kita ini bisa memproduksi biodiesel, maka otomatis importasi kita terhadap BBM yang saat ini membebani APBN, itu tentu akan menurun jauh drastis,” ujarnya.
Sebagai informasi, saat ini Indonesia harus mengeluarkan anggaran untuk subsidi BBM per tahun sekitar Rp 300 - Rp 400 triliun. Karena itu, jika sawit dapat menjadi produk turunan berupa biodiesel, maka subsidi yang besar tersebut dapat dialihkan untuk kebutuhan lain yang lebih penting.
Selain untuk kebutuhan biodiesel, produk turunan sawit yang juga tidak kalah penting adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Menurutnya, di beberapa negara Eropa, produk turunan sawit dapat digunakan sebagai suplemen nutrisi, khususnya untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Sehingga, hal ini dapat pula untuk menjadi suplemen makanan tambahan yang selaras dengan program pemerintah, yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG).
“MBG tujuannya adalah untuk anak-anak kita sekarang ini supaya mendapat asupan gizi yang cukup, sehingga mereka nanti menjadi sumber daya manusia yang unggul di tahun-tahun yang akan datang, ternyata sawit ini juga kan adalah sumber nutrisi sebagai pengganti suplemen dan ini sudah umum digunakan di negara-negara lain,” tambahnya.
Ia menilai, negara di Eropa seperti Belanda telah menggunakan suplemen turunan produk sawit tersebut sebagai pemenuhan nutrisi sehari-hari. “Hanya itu saja yang dia pakai dan memang sudah terbukti bahwa ketika itu dikonsumsi itu long life-nya lebih tinggi karena sudah tercukupi dengan gizinya,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :