https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Tudingan Bahwa Perusahaan Sawit Kuasai Lahan Lebih Luas dari HGU Ternyata Bukan Isapan Jempol

Tudingan Bahwa Perusahaan Sawit Kuasai Lahan Lebih Luas dari HGU Ternyata Bukan Isapan Jempol

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid (kanan) menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI. Foto: tangkapan layar YouTube DPR RI


Jakarta, elaeis.co – Sejumlah persoalan mengemuka dalam rapat kerja antara Komisi II DPR RI dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kamis (30/1). Salah satunya tentang akal-akalan perusahaan perkebunan menanam kelapa sawit di luar izin hak guna usaha (HGU) yang diberikan pemerintah.

Dalam rapat kerja itu Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkapkan bahwa banyak perusahaan sawit menguasai lahan lebih luas dari HGU-nya. "Misalnya yang bersangkutan mempunyai HGU katakanlah 8 ribu hektar. Setelah diukur ulang, rata-rata ada yang 10 ribu hektar, ada yang 11 ribu hektar. Jadi, mereka (perusahaan sawit-red) memang punya cadangan resep seperti itulah," ungkapnya.

Menurutnya, temuan itu merupakan hasil penelusuran yang dilakukan Kementerian ATR/BPN. “Kami mengecek dengan sampel delapan perusahaan di 12 provinsi,” bebernya.

Politikus Partai Golkar itu memastikan pemerintah tak diam dengan akal-akalan perusahaan sawit dan memastikan akan mengambil tindakan tegas merespons pelanggaran karena menanami tanah negara tanpa izin.

"Ini kita tindak bagaimana pajaknya, bagaimana dendanya. Lalu, apakah akan diambil alih oleh negara, atau mereka cukup didenda, kemudian dikasih hak untuk mengajukan HGU baru atau bagaimana, ini pemerintah sedang mengkaji sanksi yang tepat," jelasnya.

Ketua Komisi II DPR RI, M Rifqinizamy Krsayuda, mengapresiasi langkah yang akan dilakukan Kementerian ATR/BPN dan menyatakan bahwa DPR mendukung penuh upaya pemerintah menindak para pengusaha sawit yang nakal. Namun dia menanyakan dasar hukum penindakan terhadap perusahaan sawit bermasalah. “Izin Pak Menteri, dasar menindaknya pakai apa aturannya?” ucapnya.

Dia lantas meminta mengecek regulasi yang berlaku apakah Kementerian ATR/BPN berwenang menjatuhkan sanksi. Jika tidak, dia menyarankan segera diusulkan revisi undang-undang agar penerapan sanksi memiliki dasar hukum yang jelas.

"Kalau belum cukup, kami akan menginisiasi undang-undang baru. Kami memang akan menggodok di dalam internal kami tentang Undang-Undang Administrasi Pertanahan," tukasnya.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :