https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Teknologi Pabrik Minyak Sawit Indonesia Amburadul

Teknologi Pabrik Minyak Sawit Indonesia Amburadul

Sahat Sinaga. foto: tangkapan layar youtube CNBC


Jakarta, elaeis.co - Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga mengatakan bahwa teknologi pabrik pengolahan minyak sawit dari Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO) yang ada di Indonesia saat ini, adalah teknologi mubazir dan amburadul. 

Sebab selain menghasilkan emisi karbon yang tinggi, teknologi yang jamak disebut wet-process itu juga tidak mampu menjaga nutrisi tinggi alami di dalam sawit. 

Yang lebih celaka lagi, teknologi semacam ini harus pula berkapasitas besar dan harus sedekat mungkin ke lokasi sumber air. 

"Saya bertanggungjawab mengatakan ini. Silakan media sampaikan," tantang lelaki 79 tahun ini saat menjadi pembicara pada Special Dialogue CNBC, kemarin. 

Adapun keamburadulan tadi menurut Sahat, selain teknologi itu membikin pabrik jorok, juga menyuplai emisi karbon sebesar 1,269 ton per ton CPO. 

Lantas, gara-gara tingginya suhu yang terjadi pada steam pabrik, membikin minyak sawit kehilangan hingga 30 persen vitamin (micro-nutrition) nya. Salah satunya adalah vitamin A (Carotenoids).

Sejak tahun 1973 kata Sahat kepada elaeis.co tadi pagi, proses pemurnian minyak sawit dengan cara physical refining dengan temperatur olah 260-265 derajat celcius, kondisi vakum 5 mimbar, muncul.

Dengan kondisi seperti ini, semua vitamin alami itu menguap dan sebahagian masuk ke dalam Asam Lemak Bebas (ALB). Vitamin A hanya tersisa 5,6 ppm.

Singkat cerita, pada 2019, pemerintah --- Sahat mengaku tidak tahu siapa yang mengusulkan ide ini --- kemudian menetapkan penambahan vitamin A (fortifikasi) sebanyak 45 IU ke dalam minyak goreng.

Tujuannya agar masyarakat pengguna minyak goreng bisa mendapatkan secara langsung vitamin A dari minyak goreng yang dipakai.

"Alhasil saban tahun kita mengimpor vitamin A 5,8 - 6 juta ton senilai USD19 juta untuk disuntikkan ke minyak goreng yang diproduksi. Ini kan menjadi antagonis," ujarnya.   

Magister teknik kimia Institut Teknoogi Bandung (ITB) ini lebih jauh cerita, sebetulnya pencetus teknologi wet-process itu tidak salah. 

Sebab dulu, tujuan mengolah sawit menjadi minyak, hanya untuk menggantikan lemak ikan dan hewan. "Kita saja yang sampai 102 tahun lelap tertidur," katanya. 



 

Komentar Via Facebook :