Berita / Nasional /
Soal Minyak Goreng dan Penertiban Sawit, Tungkot Ingatkan Jangan Korbankan Rakyat
Dr Tungkot Sipayung. foto: ist.
Jakarta, elaeis.co — Presiden Prabowo Subianto menegaskan kembali peran strategis sawit dalam pembangunan nasional. Dalam pidato kenegaraan di gedung parlemen dua hari lalu, ia menyoroti dua hal penting. Pertama, industri sawit tidak boleh mengabaikan kepentingan rakyat domestik. Kedua, penyelesaian masalah perkebunan sawit di kawasan hutan harus dituntaskan demi kepastian hukum.
Prabowo mengingatkan kembali tragedi kelangkaan minyak goreng pada Juni 2022, saat masyarakat di berbagai daerah harus antre panjang demi mendapatkan barang yang sebenarnya diproduksi melimpah di dalam negeri. “Itu sangat memalukan bagi bangsa yang menjadi produsen minyak sawit terbesar dunia. Apa pun alasannya, rakyat tidak boleh dikorbankan,” tegasnya.
Menurut Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Dr. Ir. Tungkot Sipayung, pernyataan presiden tersebut menjadi sinyal kuat bagi pelaku industri, khususnya produsen minyak goreng, agar tidak hanya mengejar keuntungan tanpa memikirkan kebutuhan rakyat. Dus, sudah saatnya dibangun mekanisme yang menjamin ketersediaan (availability) dan keterjangkauan (affordability) minyak goreng bagi masyarakat.
“Kita harus pastikan ke depan tidak ada lagi rakyat yang kesulitan membeli minyak goreng. Stabilitas pasokan dalam negeri harus menjadi prioritas, jangan hanya profit yang dikejar,” kata Tungkot.
Selain isu minyak goreng, Prabowo juga menyoroti permasalahan sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Polemik batas-batas kawasan hutan memang belum sepenuhnya selesai, tetapi pemerintah melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) sudah mengambil langkah tegas.
Menurut Tungkot, penertiban ini penting agar hukum ditegakkan, kemudian dilanjutkan dengan penyelesaian permanen melalui mekanisme yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
“Yang kita harapkan ada skema khusus untuk sawit rakyat. Jangan sampai penertiban ini menimbulkan rasa ketidakadilan. Apalagi, dari data kehutanan, klaim lahan dalam kawasan hutan ada sekitar 30 juta hektare, sementara kebun sawit hanya sekitar 4 juta hektare,” jelasnya.
Tungkot menilai momentum ini sekaligus menjadi era baru bagi industri sawit untuk lebih patuh terhadap regulasi. Salah satu kewajiban yang harus segera dituntaskan adalah pembangunan kebun sawit plasma untuk masyarakat sebagaimana amanat regulasi.
“Kalau ini dibereskan sejak dini, tidak akan jadi masalah besar di kemudian hari,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :