https://www.elaeis.co

Berita / Dewandaru /

Saya Pernah Miskin

Saya Pernah Miskin

RS Satya Insani Pelalawan, Riau, yang pernah dimiliki oleh Wayan. Sekarang RS itu berubah nama menjadi RS Efarina. foto: ist


Tulisan ini adalah sebuah ungkapan suasana hati saat saya miskin. Bukan berarti saat ini sudah kaya raya. Bukan. Hanyalah sebuah ajakan masuk ke ranah suasana saudara kita yang belum beruntung. 

Agar di antara pembaca ada yang hatinya terpanggil untuk berbuat sesuatu, bermakna, ada manfaatnya, saat yang tepat kepada orang yang tepat. Karena perbuatan makin bermakna jika saat dan tempat yang pas.

Ketika saya lulus SMA 1 Singaraja, favorit di Bali. Kebetulan lulus rangking 1 di kelas. Diterima di Universitas Airlangga Surabaya. Favorit juga. Saat itu orang tua lagi drop ekonominya, dilarang keras kuliah.

Saya memaksakan diri. Harus kuliah apapun alasannya. Hingga "mbrobos" di bawah selangkang Ibunda tepat di pintu. Tanpa serupiah pun diberi sangu karena memang tiada, orang tua persiapan mau transmigrasi. Dapat dari Nenek Rp50.000, itu saja.

Di Surabaya panik, tidak cukup. Lalu dijatah Rp 65.000/bulan oleh Kakek. Pasti tidak cukup juga. Berjuang cari beasiswa, dapat dari Kesatuan Pengusaha Bhakti Pertiwi. SPP ditanggung hingga lulus.

Kuliah sambil kerja di Bimbingan Belajar 10 Nopember. Kumpulan Alumni Kampus ITS Surabaya. Tugasnya bersih - bersih, jaga kantor, koordinator ujian dan mengajar kimia biologi. Peserta calon peserta Sipenmaru, siswa SMA.

Ilmu hikmahnya, betapa sangat berharga bisa kos gratis dan gaji Rp 25.000/bulan tahun 1988. Momentum nilai kapital. Dapat beasiswa dan Rp 65.000/bulan dari kampung. Sungguh terasa sangat berharga.

Begitu juga 15 tahun silam, 2008. Bangkrut Rp38 miliar. Apapun tiada punya, selain punya utang. Mantan karyawan pada iuran saya bukannya memberi pesangon kepada 300 orang lebih karyawan saya. Justru diamplopi. Saya tolak. 

Karena yakin asal tidak gagal mental, bisa bangkit lagi. Soal hilangnya kepercayaan itu pasti. Tapi itu hanya bagi yang tidak mengerti masalah sesungguhnya dari usaha rumah sakit, klinik apotik dan properti.

Tatapan mata sinis bagi yang negatif itu santapan tiap hari. Bukan masalah. Yang penting punya niat, selalu dipikirkan, dibahas dan dikerjakan reorientasi bisnisnya. Yakin ada jalan bangkit. Karena sudah berbekal ilmu hikmah, kisah sebelumnya.

Yang baik, selalu saja ada yang datang. Uluran tangan yang baik bukan bantuan modal saja (bansos). Tapi boleh memasarkan dagangan milik orang lain saja, sudah teramat berharga. Lebih bermakna. 

Dibanding uluran tangan wujud uang semata dan mustahil sanggup menerima berulang kali. Pasti juga malu. Di ruas inilah sesungguhnya batu ungkit untuk bangkit. Tiada yang mustahil. Tapi tiada juga hadiah sukses yang jatuh dari langit, semua berproses.

Ilmu hikmahnya, kawula muda bisa ambil kesimpulan bahwa kalaupun kita lahir dari keluarga kurang beruntung ekonominya. Jangan jadi sebab tidak mulai jika niatnya jadi pebisnis. Justru itu jadi alasan bahwa bisa tampil original.

Kawula Muda. Selamat mengawali jadi pebisnis. Negerimu memanggilmu agar cipta lapangan kerja karena banyak pengangguran, bayar pajak agar APBN kita besar dan implikasi lainnya. Do'aku di nadimu. Suksesmu kutunggu.



 

Wayan Supadno
Komentar Via Facebook :