Berita / Nasional /
Program Erick Thohir Jitu
Jakarta, elaeis.co - Untuk menekan kelangkaan minyak goreng, Menteri BUMN Erick Thohir menargetkan pembangunan pabrik minyak makan merah setiap 1.000 hektare kebun kelapa sawit.
Program ini merupakan terobosan Kementerian BUMN yang kali ini ikut mengintervensi ekonomi, khususnya dalam kelangkaan minyak goreng. Karena seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, saat kelangkaan minyak goreng Kementerian BUMN tidak bisa ikut terlibat.
Terobosan ini pun mendapat sambutan hangat dari Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI). Bahkan Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga menyebut bahwa program yang dicetuskan Menteri Erick Thohir jitu.
"Program minyak goreng dengan nama 3 M (Minyak Makan Merah) dengan spesifikasi yang tertuang dalam SNI 9908:2022 yang sudah di launching oleh Pak Erick Thohir, sejalan dengan apa yang sering disampaikan oleh Pak Presiden diawal tahun 2022. Dimana minyak goreng untuk kebutuhan masyarakat luas harus mencapai 2 hal yakni harga affordable dan available dengan tidak lari dari harga CPO pasar Internasional," jelas Sahat kepada elaeis.co, Selasa (10/1).
Menurutnya, BUMN mendirikan soft-refining plant untuk menghasilkan minyak makan merah dan dikelola oleh pemerintah sangat tepat. Malah Sehat mengatakan, untuk menjalankan perintah Presiden, pemerintah jangan hanya bisa jadi macan kertas (regulasi,red), namun perlu ada penguasaan physik.
Artinya pemerintah harus punya countervailing power untuk menjaga stabilitas harga dalam suasana harga pasar yang mudah bergejolak.
"Kami dari GIMNI menyambut baik dan sangat mendukung akan pelaksanaan program yang telah digaungkan oleh Kemenkop UKM tahun 2022, dan direalisasikan oleh Menteri BUMN di awal tahun 2023. Ini adalah jalan yang tepat untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan Presiden," ujar Sahat yang juga merupakan Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) tersebut.
Sehat juga berharap agar program itu berjalan baik dan lancar. Sehingga kemelut minyak goreng tidak terjadi lagi dimasa mendatang. Bahkan juga sekaligus dapat mengatasi disparitas harga yang bisa menimbulkan pasar gelap.
"Semua program minyak makan merah ini harus berada di tangan pemerintah. Contoh yang sukses juga sudah ada, yaitu pola produksi dan jalur distribusi yang dijalankan oleh Pertamina," kata dia.
"Jadi, agar program minyak makan merah berjalan lancar, perlu tata kelola lanjutan. Terutama terhadap segmen pasar. Sebab yang dituju adalah masyarakat berpenghasilan rendah dan disalurkan ke konsumen melalui pasar-pasar tradisonal," paparnya.
Produsen minyak makan merah ini dikelola oleh industri hilir dengan bahan baku utama dari PTPN. Sementara jika masih kurang, dapat dipasok dari swasta dengan harga pasar. Kemudian bila harga di atas jangkauan, maka menurut Sehat dapat menggunakan pola subsidi silang.
"Industri hilir minyak makan merah ini milik pemerintah, dan akan didirikan di 26 provinsi sumber perolehan minyak sawit (CPO). Sehingga bisa didiskusikan minyak goreng ke seluruh pelosok Indonesia dengan biaya transport yang ekonomis," ujarnya.
Sahat juga berharap minyak goreng merah sebaiknya menggunakan branding. Apalagi kini ada merek dagang Kemendag, yaitu 'MINYAKITA'. Kemudian ia juga berharap pendistribusiannya dibantu oleh BUMN, seperti Bulog dan ID-Food.
Namun perlu dilengkapi dengan modal kerja yang mumpuni. Minimal market share minyak makan merah ini di segment pasar tradisional mencapai 85%.
"Semoga tidak ada lagi terjadi gejolak pasar bila harga CPO meningkat. Kemudian Indonesia sudah punya tata kelola pasar minyak goreng merah yang mapan," tandasnya.
Komentar Via Facebook :