Berita / Kalimantan /
Peternak di Kutim Didorong Kembangkan Integrasi Sapi-Sawit
Bupati Ardiansyah Sulaiman saat menghadiri acara panen pedet (anakan sapi) di Desa Manunggal Jaya. Foto: Vian/Pro Kutim
Rantau Pulung, elaeis.co – Konsumsi daging sapi di Kabupaten Kutai Timur (kutim), Kalimantan Timur (kaltim), cukup tinggi. Namun daerah itu belum bisa memenuhi kebutuhan daging sendiri sehingga masih memerlukan pasokan dari luar daerah. Kesempatan ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya karena ada pasar potensial yang menjanjikan.
Bupati Kutim H Ardiansyah Sulaiman meminta semua pihak terus mendorong dan menggalakkan peternakan-peternakan sehingga semangat pengembangan peternakan bisa tumbuh di masyarakat.
“Kita harus mampu menciptakan ketahanan pangan, memproduksi daging terutama untuk pemenuhan protein hewani tanpa biaya tinggi. Cara murah dan mudah dapat dimulai dari lingkungan kita sendiri dengan lebih memberdayakan sumber daya yang ada di masyarakat melalui kelompok peternak,” kata Ardiansyah dalam keterangan resmi Promopim Kutim dikutip Kamis (28/12).
Baru-baru ini dia mendatangi Desa Manunggal Jaya di Kecamatan Rantau Pulung untuk menyaksikan panen pedet atau anakan sapi. Pada kesempatan itu dia menyampaikan target 5.000 ekor sapi harus disiapkan setiap tahun untuk memenuhi konsumsi protein hewani bagi masyarakat Kutim.
Dia menyebut sekarang ini baru ada seribuan lebih sapi di Kutim dan jumlah tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging masyarakat. Mendukung program dimaksud, melalui Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Peternakan (DTPHP), Kutim bakal mengembangkan peternak mandiri.
"Dengan pola kerja sama dengan perkebunan sawit yang banyak tersebar di Kutim. Harapannya bisa memenuhi kuota daging sapi bagi warga Kutim,” ujar Ardiansyah.
Sebelumnya, Kepala DTPHP Kutim Diah Ratnaningrum mengatakan akan meningkatkan produktivitas ternak dengan memperkuat sistem pemeliharaan dan manajemen peternakan secara umum. Termasuk memasok sapi dari luar daerah seperti Bali dan NTB.
“Berbagai aspek menjadi titik pengendalian program. Di antaranya adalah peningkatan kualitas pakan, bibit, kesehatan hewan, pengendalian pemotongan betina produktif dan pascapanen. Pengolahan produk asal hewan serta manajemen usaha. Saat ini, DTPHP juga telah difokuskan kepada Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting),” ujar Diah.
Dia mengungkapkan, peningkatan populasi ternak melalui Upsus Siwab tidak akan mengikuti pola konvensional atau yang lama. Peternak diarahkan untuk menjadi mandiri. Pihaknya akan memperkuat subsektor pendukung. Seperti penyediaan bibit dan pakan berkualitas, serta pendampingan petugas di lapangan. Dengan program yang dijalankan ini, diharapkan produktivitas sapi lokal bisa meningkat.
Selain usaha tersebut, Diah mendorong pola pemeliharaan sapi dari perorangan ke arah kelompok dengan pola perkandangan koloni. Sehingga memenuhi skala ekonomi, pengembangan kawasan peternakan dan pendampingan petugas dan pengembangan pola integrasi ternak tanaman. Misalnya integrasi sapi-sawit, jagung-sawit, kemudian pengembangan padang penggembalaan, optimalisasi lahan eks tambang dan kawasan padang penggembalaan.
“Ada simbiosis mutualisme, saling menguntungkan antara limbah sawit menjadi pakan ternak. Kemudian kotoran sapi dimanfaatkan untuk pupuk organik sawit. Hasilnya ada peningkatan Tandan Buah Segar (TBS) setelah menggunakan pupuk organik,” jelasnya.







Komentar Via Facebook :