https://www.elaeis.co

Berita / Kalimantan /

Petani Minta Pemerintah Tak Samakan Perkebunan Sawit Rakyat dan Korporasi Terkait Kawasan Hutan

Petani Minta Pemerintah Tak Samakan Perkebunan Sawit Rakyat dan Korporasi Terkait Kawasan Hutan

Ketua DPW Apkasindo Kalteng, Jamudin Maruli Tua Pandiangan. Foto: Syahrul/Elaeis


Palangka Raya, elaeis.co - Saat ini pemerintah tengah mencari jalan alternatif untuk menyelesaikan pelanggaran pemanfaatan kebun kelapa sawit. Selasa (26/9) lalu Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas terkait kelapa sawit dengan sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka.

Petani kelapa sawit menyatakan memberikan apresiasi atas langkah pemerintah ini. Namun, petani meminta keputusan yang dilahirkan tidak menyamakan antara kebun kelapa sawit masyarakat dan pembalakan hutan menjadi perkebunan korporasi.

"Kebun kelapa sawit masyarakat berbeda dengan kebun korporasi. Dalam membangun kebun masyarakat pasti melakukan pembelian tanah dari pemilik adat dahulunya," ujar Jamudin Maruli Tua Pandiangan kepada elaeis.co,  Kamis (28/9).

Pria yang juga Ketua DPW Apkasindo Kalimantan Tengah (Kalteng) itu menyarankan agar Presiden teliti dengan proses status kawasan yang dibuat KLHK. Tentu harus sesuai dengan amanat UU Nomor 41. Sebab kenyataannya, kata Pandiangan, di Kalteng tidak ada kepala desa atau camat yang mengerti proses penetapan status kawasan hutan.

"Petani kelapa sawit itu harus didorong dan dilindungi, bukan malah diuber-uber. Buktinya pemerintah juga membangun food estate dengan dana triliunan rupiah untuk ketahanan pangan dan ekonomi. Ini kok malah petani sawit dikejar-kejar," cetusnya.

Pandingan mengingatkan, petani kelapa sawit jelas berkontribusi terhadap negara. Bahkan tiap kilogram kelapa sawitnya dipotong pajak melalui PKS. "Nah pajak ini seharusnya yang diaudit," imbuhnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md yang turut hadir dalam rapat tersebut menerangkan, ada sejumlah alternatif penyelesaian hukum bagi perusahaan yang melanggar ketentuan pemanfaatan lahan-lahan sawit di nusantara.

"Alternatif pertama, selesaikan baik-baik dengan denda administratif dan menyelesaikan seluruh persyaratan. Kalau melanggar, tidak mau juga kooperatif sampai waktu yang ditentukan, ya November nanti ketentuannya akan dipidanakan. Penyelesaian pemanfaatan lahan-lahan sawit secara tidak sah sudah diputuskan akan denda administratif dan penyelesaian atas kerugian negara dengan berbagai dendanya," ujarnya.

Ia juga merinci  bahwa perusahaan yang tidak kooperatif akan dipidanakan. Malah pidana tersebut tidak hanya menghitung kerugian negara, tetapi juga kerugian perekonomian negara.

"Kerugian perekonomian negara itu dihitung oleh pakar ya. Berapa misalnya selama menggunakan lahan tidak sah itu keuntungan gelap yang diperoleh berapa? Kita hitung semua. Kemudian kerusakan lingkungan alam negara harus membayar berapa? Itu akan dibebankan kepada dia semuanya," ungkap Mahfud.

Mahfud menyebut pemerintah sudah melakukan identifikasi terhadap sejumlah perusahaan yang harus menyelesaikan masalah terkait pemanfaatan lahan sawit. 

Pemerintah, katanya, turut melibatkan Kejaksaan Agung untuk melihat aspek pidana, dan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung jumlah kerugian negara.

Komentar Via Facebook :