https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Petani Koperasi Tani Bahagia Gelisah Lantaran Terancam Kehilangan Mata Pencaharian

Petani Koperasi Tani Bahagia Gelisah Lantaran Terancam Kehilangan Mata Pencaharian

Kebun kelapa sawit yang diklaim masuk kawasan TNTN.(Dok)


Inhu, elaeis.co - 830 kelapa keluarga yang tergabung dalam Koperasi Tani Bahagia, terancam kehilangan mata pencaharian, usai kebun kelapa sawit mereka diklaim masuk dalam kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Padahal kebun mereka berdiri sebelum terbentuknya TNTN tersebut.

Ketua Koperasi Tani Bahagia, Asbullah menceritakan kebun kelapa sawit itu dibangun sejak 1999 silam. Dimana sistem koperasi menggunakan pola Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA).

"Kebun kita ini kita bangun di lahan bekas pertanian masyarakat yang tidak produktif, yakni tanaman karet tua," ujarnya saat berbincang dengan elaeis.co, Rabu (5/11)

Lokasi ini sendiri kata pria yang akrab disapa Dola itu, telah ada sejak zaman Belanda. Ini terbukti dengan adanya makam makam tua dan cerita sejarah para sesepuh kampung.

Dulu, cerita Dola, lahan ini dikelola berdampingan dengan PT Inhutani yang kala itu memanfaatkan hasil hutan seperti kayu dan sebagainya. Pihak Inhutani juga tidak pernah mengusik lahan yang dikelola masyarakat seluas 1.630 hektar tersebut.

Malah pada saat itu ada program dari Pemerintah Kabupaten yakni Bupati dengan sistem bapak angkat. Saat itu, bupati juga telah berkomunikasi dengan pihak Kanwil Kehutanan. "Ini kita semua tahu sejarahnya. Malah ada lahan 500 hektar yang diberikan. Ke masyarakat. Artinya mekanisme pengelolaan lahan itu sempat dilalui," ujarnya.

Masalah semakin banyak muncul setelah, kawasan Desa Lubuk Batu Jaya Tinggal itu dipotong- potong layaknya kue dan dibagi- bagi kepada perusahaan- perusahaan bear. Akhirnya masyarakat semakin terhimpit lantaran tidak ada lahan untuk bertani.

Kemudian berdiri TNTN pada 2004 yang dalam penunjukkan tidak mengikuti regulasi penetapan kawasan hutan. Parah lagi sudah puluhan tahun petani mengelola lahan tersebut, kini justru dijuluki sebagai perambah.

"Petani ini hanya ingin menyambung hidup dengan memanfaatkan kebun kelapa sawitnya. Malah luasannya juga hanya 2 hektar, tidak lebih," tegasnya.

Dola mengakui bahwa lahannya memang belum bersertifikat SHM. Namun seyogyanya pemerintah memberikan perhatian khusus kepada petani yang sudah puluhan tahun mengelola lahan tersebut. Dari dibangun saja, saat ini usia kelapa sawit milik Koperasi Tani Bahagia sudah 26 tahun lebih.

"Duku kita sempat ajukan untuk pengurusan sertifikat itu, namun karena saat itu pengurus koperasi tidak terlalu fokus. Kemudian kita ajukan kembali tapi klaim kawasan sudah dilayangkan, artinya terlambat kita lakukan pengurusan yang akhirnya juga mendapat penolakan dari BPN," bebernya.

Untungnya, sampai saat ini operasional koperasi dan kebun masih berjalan seperti biasa. Dimana setiap bulan petani masih menerima gaji rata-rata Rp3 juta.

"Kita sudah berjumpa dan berkomunikasi dengan Satgas. Bahkan kondisi ini juga telah kita adukan ke DPR RI. Secara administrasi kami lengkap, kami juga bayar pajak, petani juga jelas ada semua dan dapat dihadirkan jika dibutuhkan. Kami bukan mencari kaya mengelola lahan ini, hanya memang memenuhi kebutuhan sehari-hari," ceritanya.

"Selama mengelola lahan kami juga tidak pernah konflik dengan satwa yang dilindungi yang ada di TNTN. Karena letak kami persis di bibir kawasan TNTN tersebut. Harapan petani tentu ada solusi yang baik dari pemerintah. Jika memang direlokasi kita perlu tau dimana tempatnya dan tentu harus sesuai dengan nilai ekonominya. Jadi petani masih tetep bisa menghidupi keluarganya," sambungnya.

Dola berharap, pemerintah tidak semena-mena menindak petani kecil yang memang hanya menggantungkan hidup dari kebunnya itu. Ia menilai harus diurut dahulu sebelum memvonis petani yang hanya mengelola 2 hektar lahan untuk bertahan hidup.

"Kita dukung langkah pemerintah. Namun kita juga harus tetap memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Jadi mari cari solusi yang saling menguntungkan," tandasnya.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :