Berita / PSR /
Peremajaan Sawit Rakyat Seret, Target dari 2017 Tak Pernah Kesampaian
Jakarta, elaeis.co - Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2017 kembali jadi sorotan. Delapan tahun berjalan, targetnya tak pernah benar-benar kesampaian. Alih-alih melaju, realisasinya justru makin seret dan jauh dari ekspektasi awal.
Padahal, PSR penting banget buat memperbaiki produktivitas sawit rakyat yang stagnan di angka 2–4 ton per hektare per tahun. Kebun-kebun tua makin banyak, sementara hampir 42 persen dari total 16,38 juta hektare kebun sawit di Indonesia adalah milik petani.
Kalau kebun rakyat ini tidak cepat diremajakan, pendapatan petani dan pasokan sawit nasional jelas bakal kena imbas.
Menurut Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), produktivitas kebun tua memang sudah memasuki titik kritis.
"Di lapangan, banyak kebun tua yang hasilnya tinggal 800 kilogram per hektare. Rendemennya pun hanya sekitar 18 persen. Kalau diremajakan, produktivitas bisa naik menjadi 3,5 ton per hektare dengan rendemen 28 persen di usia lima tahun,” ujar APKASINDO dalam keterangannya.
Data itu sejalan dengan temuan Indonesia Palm Oil Strategic Studies yang mencatat sedikitnya 2 juta hektare kebun sawit memasuki fase produksi menurun sejak 2020.
Sementara Kementerian Pertanian memprediksi produksi sawit nasional bakal turun dari 47,47 juta ton pada 2024 menjadi 44,34 juta ton pada 2045 jika tidak ada percepatan peremajaan.
Masalahnya, realisasi PSR tahun ini masih jauh dari target. Hingga Oktober 2025, capaian PSR baru 23.271 hektare, atau hanya 19,39 persen dari target 120 ribu hektare. Jika dihitung sejak 2017, total peremajaan yang berhasil dilakukan baru 399 ribu hektare.
Padahal, menurut Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), kebutuhan ideal Indonesia adalah meremajakan 310 ribu hektare per tahun agar produktivitas tetap aman.
Partisipasi petani pun masih minim. Dari 4,5 juta petani sawit di Indonesia, baru 170 ribu petani atau 3,76 persen yang mengikuti program PSR sejak 2017. Banyak yang mengeluh prosesnya rumit, persyaratannya panjang, dan legalitas lahan kerap jadi batu sandungan.
Sementara itu, APKASINDO menegaskan bahwa peremajaan tidak bisa ditunda-tunda lagi.
“Kalau kebun tua tidak diganti, petani makin terjepit. Produktivitas turun, biaya tetap jalan. Ini bukan hanya soal sawit, tapi soal keberlanjutan pendapatan jutaan keluarga di desa,” kata organisasi tersebut.
Delapan tahun berlalu, PSR masih terseok mengejar target. Tanpa percepatan dan penyederhanaan proses, program yang seharusnya menyelamatkan kebun rakyat ini bisa terus jalan di tempat.







Komentar Via Facebook :