https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Pengembangan BBN Perlu, tapi Ada Resikonya

Pengembangan BBN Perlu, tapi Ada Resikonya

Ilustrasi biodiesel. Foto: CNN Indonesia


Jakarta, Elaeis.co - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan perhatian yang sangat besar terhadap energi baru dan terbarukan (EBT) berbasis energi hijau atau ramah lingkungan. Bahkan Jokowi berencana meningkatkan campuran biodiesel serta pengembangan green fuels. 

Hal itu diungkapkaan Peneliti Sustainable Palm Oil Support Indonesia (SPOSI), M Ichsan Saif, saat berbicara dalam acara focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan Majalah Infosawit, Kamis (9/12/2012) sore.  

Kata dia, program tersebut telah dimasukkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN 2019-2024). Selain itu, Presiden Jokowi juga telah memerintahkan PT Pertamina membangun kilang bahan bakar nabati (BBN) atau green refinery di Plaju, Sumatera Selatan, dan Cilacap, Jawa Tengah.

Namun ia menilai tidak mudah meningkatkan bauran biodiesel karena dibutuhkan dana insentif yang lebih tinggi. Saat  ini harga indeks pasar (HIP) BBN mencapai Rp 14.000 - Rp 17.000 per liter sementara harga biodiesel bisa mencapai Rp 10.000 - Rp 11.000 per liter.

"Pada saat ini pemerintah juga sedang berupaya melakukan perubahan pada struktur rantai pasok dan aktor untuk program biodiesel ini," kata M Ichsan Saif.

Sekadar informasi, dalam rangka pelaksanaan ketentuan Diktum Ketiga Keputusan Menteri ESDM Nomor 182 K/10/MEM/2020 tentang HIP BBN Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam BBM, diputuskan bahwa besaran konversi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel sebesar USD 85 per metrik ton (MT).

Lalu, diputuskan juga besaran HIP BBN jenis biodiesel per Desember 2021 sebesar Rp 13.746/liter ditambah ongkos angkut yang berlaku efektif pada tanggal 1 Desember 2021. Perkembangan harga biodiesel per liter itu telah diumumkan pemerintah melalui laman resmi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kata Ichsan Saif, pengembangan BBN sawit dilakukan guna memperbaiki ketahanan energi dan defisit neraca perdagangan BBM serta menjaga harga sawit akibat kontroversi sawit global dan kelebihan pasokan minyak sawit.

Namun ia mengingatkan ada resiko yang harus dipertimbangkan, seperti kesanggupan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk menyubsidi biodiesel, serta masa depan dan kelanjutan program BBN. 

Apalagi di saat yang sama diprediksi akan ada kompetisi pasar antara biodiesel, green fuel, dan kendaraan listrik. “Terpenting lagi, akan ada peningkatan kebutuhan akan lahan,” tegas Ichsan Saif. 


 

Komentar Via Facebook :