https://www.elaeis.co

Berita / Lingkungan /

Penertiban Kawasan Hutan Seolah Hanya 'Ganti Pemain', Pertunjukan Apa Yang Akan Dipertontonkan Pemerintah

Penertiban Kawasan Hutan Seolah Hanya

Ilustrasi - Antara


Medan, elaeis.co - Langkah Penertiban Kawasan Hutan (PKH) terus menjadi sorotan masyarakat terutama para pelaku usaha di perkebunan kelapa sawit. Malah langkah ini seolah hanya mengganti 'pemain' dalam kebun yang diklaim masuk dalam kawasan hutan.

"Ini lah yang jadi permasalahannya, mana bisa kita mau menegakkan aturan tapi dengan melanggar aturan," ujar Ketua Apkasindo Sumatera Utara (Sumut), Gus Dalhari Harahap saat berbincang bersama elaeis.co, Sabtu (26/4) kemarin.

Menurut Gus Dalhari, untuk kawasan dan apapun sebenarnya sudah ada dalam UU Nomor 11 atau lebih familiar dengan UUCK. Jelas permasalahan yang ada diselesaikan pada Pasal 110-A & 110-B.

"Nah, munculnya Perpres Nomor 5 Tahun 2025 & SK-Menhut Nomor 36 Tahun 2025 justru menjadi masalah," ujarnya.

Menurutnya, Perpres Nomor 5 Tahun 2025 & SK-Menhut Nomor 36 Tahun 2025 kedudukannya masih di bawah UUCK. Yang membuatnya bertanya-tanya justru regulasi itu yang digunakan dalam penyelesaian padahal statusnya dibawah UUCK.

"Kan aneh. Parahnya keanehan terjadi, korporasi yang dianggap salah, digantikan oleh korporasi juga yang merupakan perusahaan bentukan pemerintah. Terus bedanya apa?. Bahkan pekerja, objeknya sama dan sebangun. Pertunjukan seperti apa lagi yang mau dipertontonkan pemerintah kepada rakyatnya?," tegasnya.

Menurut Gus, jika dinamakan perampasan aset, regulasinya saat ini masih digodok pemerintah dan DPR. Statusnya baru dalam tahap RUU masih pembahasan. 

"Jadi dasar apa perampasan aset kebun yang dinilai sebagai pelanggaran kawasan hutan. Apalagi keputusan hanya diputuskan oleh sekelompok orang yang diberikan nama sendiri oleh pemerintah dengan nama Satgas PKH tanpa ada proses peradilan," paparnya.

Menurutnya, kalau denda administratif untuk menghutankan tidak bisa masuk dalam pasal keterlanjuran, pemerintah harus lebih bijaksana lagi dengan mendiskusikan terlebih dahulu bersama pelaku usaha. Misalnya dalam mengambil benang ditumpukan tepung, benang terambil tanpa tepung berantakan.

"Tata kelola hutan di Indonesia kalau kita mau jujur belum sepenuhnya tertib dan clear. Ini sudah ada persoalan baru yang melibatkan semua bidang tugas kerja lintas bidang yang sangat gemuk yg dikomandoi oleh Menhan RI," tuturnya.

"Seluruh rakyat Indonesia berasal dari komponen masyarakat yang sangat berbeda latar belakangnya, rakyat, pemerintah, swasta, pegawai pemerintah dan sektor lainnya yang terbungkus dalam NKRI. Jangan ada perbedaan perlakuan satu dengan lainnya, semua harus sama tunduk dan patuh terhadap hukum. Proses hukum harus berjalan tanpa terkecuali. Sehingga tidak muncul pemikiran jika maling dengan latar belakang rakyat dilarang, tapi kalau memakai pakaian atribut pemerintah diperbolehkan," imbuhnya lagi.

Dari kaca mata Gus, pemerintah harus lebih jeli bukan hanya mendengar sebagian kecil tapi bisa melahirkan produk kebijakan regulasi tanpa public hearing terlebih dahulu, Like a godfather gangster.

"Sebaiknya dudukan aja persoalan & permasalahan dengan regulasi yang ada, pengawasan lebih diperketat baik pusat dan daerah tanpa mengeluarkan kebijakan regulasi baru yang tidak pro-rakyat, seperti germo yang mengatur mucikari dan anak ayamnya. Semoga pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan, tanpa ada rasa malu karena salah, dari pada negara Indonesia yang terbungkus dalam NKRI jadi kenangan dan sejarah yang wujudnya sudah jadi masa lampau," tandasnya.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :