https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Pemerintah Diminta Fokus Kejar Rp 300 Triliun dari Pengusaha Sawit

Pemerintah Diminta Fokus Kejar Rp 300 Triliun dari Pengusaha Sawit

Dewan Nasional SPKS, Mansuetus Darto. Foto: ist.


Jakarta, elaeis.co – Wacana meningkatkan produksi kelapa sawit dengan perluasan penanaman yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto dalam Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 kemarin menuai polemik.

Banyak yang setuju, tapi tidak sedikit pula yang menolaknya. Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, adalah salah satu yang tidak setuju dengan wacana itu.

Kepada elaeis.co, Darto mengatakan bahwa pernyataan presiden itu telah mendegradasi inisiatif pemerintah sendiri untuk membuat sawit nasional lebih kompetitif melalui pendekatan sawit berkelanjutan atau ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).

“ISPO mengatur juga standar tentang anti deforestasi. Jadi, pernyataan tersebut sama halnya menghendaki untuk membubarkan ISPO, bubarkan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan, dan National Dashboard yang dibuat pemerintah untuk perbaikan tata kelola sawit," tandanya, Selasa (31/12).

Menurutnya, pada awal berkuasa, Prabowo dikabarkan hendak mengejar pendapatan negara sebanyak Rp 300 triliun dari pengusaha sawit nakal. Justru pernyataan presiden tadi dinilai sangat kontradiktif dengan upaya mengejar pendapatan negara.

”Apakah nanti tidak akan memperbanyak sawit ilegal? Kenapa tidak fokus saja pada pengejaran yang Rp 300 triliun itu?" kritiknya.

Dari perspektif pasar, menurutnya, pernyataan presiden tersebut akan membuat sawit nasional tidak memiliki daya saing lagi ke depan dengan sawit dari negara-negara lainnya. Sementara pelaku sawit nasional saat ini sedang kejar-kejaran dengan tenggat pelaksanaan regulasi anti deforestasi Uni Eropa atau EUDR yang ditunda selama 1 tahun.

“Aturan EUDR akan berlaku Januari 2026. Saat ini produsen diberi kesempatan memperbaiki dan membenahi ketertelusuran rantai pasok atau traceability,” tukasnya.

“Semestinya Pak Prabowo fokus pada peningkatan produktivitas sawit melalui percepatan peremajaan sawit rakyat (PSR) yang agak lambat pada masa Jokowi. Jika ini dilakukan, maka akan berkontribusi pada peningkatan produktivitas sawit nasional hingga 20% pada 2029 tanpa harus melakukan pembukaan lahan," sambungnya.

Dia juga mendesak pemerintah memperjelas sanksi hukum terhadap pengusaha sawit nakal.

“Lakukan analisis ulang terhadap pendapatan negara dari sawit ilegal, bukan tidak mungkin nilainya lebih Rp 300 triliun. Jadi, sebaiknya fokuslah pada penerimaan pajak yang selama ini banyak pelaku usaha tidak membayarnya,” pungkasnya.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :