https://www.elaeis.co

Berita / Kalimantan /

Parah! Sepertiga Perusahaan Sawit di Kalteng Ogah Bangun Plasma

Parah! Sepertiga Perusahaan Sawit di Kalteng Ogah Bangun Plasma


Jakarta, elaeis.co - Masih banyak perusahaan sawit di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang mengabaikan kewajiban sosialnya. 

Data terbaru dari TuK Indonesia bekerja sama dengan Pusat Studi Agraria LRI IPB University menunjukkan fakta mengejutkan, sebanyak 59 dari 185 perusahaan, atau sekitar sepertiga, belum sama sekali membangun kebun plasma.

Padahal, skema plasma sudah ada sejak tahun 1990-an. Perusahaan yang menyediakan plasma seharusnya menyerahkan sebagian lahan konsesi untuk dikelola masyarakat lokal. Tujuannya jelas untukmeningkatkan kesejahteraan petani, membuka lapangan kerja, dan mengurangi konflik lahan.

Namun, kenyataannya jauh dari harapan. Selain 59 perusahaan yang belum membangun plasma, 85 perusahaan lainnya baru memenuhi kurang dari 20 persen dari kewajiban minimal. Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK Indonesia, Abdul Haris, menilai kondisi ini “memprihatinkan”.

“Banyak perusahaan berdalih bahwa izin mereka terbit sebelum aturan plasma berlaku. Padahal, regulasi kewajiban plasma sudah ada sejak tahun 90-an,” jelas Haris. 

Ia menekankan, rendahnya kepatuhan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan rendahnya akuntabilitas perusahaan.

Dampak langsungnya, masyarakat sekitar perkebunan jadi kehilangan kesempatan ekonomi yang seharusnya mereka dapatkan. 

“Tanpa kepastian dan pengawasan yang kuat, masyarakat akan terus dirugikan dan tujuan utama kebijakan plasma tidak akan tercapai,” sebut Haris. 

Para ahli menyoroti beberapa faktor penyebab lambannya implementasi plasma. Selain minimnya transparansi perusahaan, lemahnya pengawasan pemerintah dan perbedaan interpretasi aturan turut menjadi pemicu. Bahkan, banyak perusahaan tampak mengabaikan tanggung jawab sosial karena tidak ada sanksi tegas.

Plasma bukan sekadar aturan, tapi skema penting yang bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal. Dengan plasma, petani bisa mengelola lahan, mendapatkan penghasilan tambahan, dan ikut menikmati keuntungan dari industri sawit. Tanpa kepatuhan perusahaan, semua manfaat itu sirna.

Laporan TuK Indonesia dan LRI IPB ini diharapkan bisa jadi alarm bagi pemerintah dan otoritas terkait. Evaluasi menyeluruh atas kepatuhan perusahaan sawit terhadap plasma harus segera dilakukan agar skema ini tidak hanya sebatas formalitas.

Kalau perusahaan terus mengabaikan plasma, bukan hanya masyarakat yang dirugikan, tapi reputasi industri sawit Indonesia juga ikut tercoreng. Wajar jika publik menuntut transparansi dan tindakan tegas.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :