https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Nusron: yang Bilang DMO-DPO Ribet Adalah Pengusaha Egois

Nusron: yang Bilang DMO-DPO Ribet Adalah Pengusaha Egois

Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid. Foto: dok. DPR RI Oji/Man


Jakarta, elaeis.co - Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid menilai kebijakan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang dikenakan pada ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya mampu menekan harga minyak goreng di dalam negeri meski harga CPO dunia sedang tinggi.

Itu sebabnya dia tidak setuju dengan langkah Kementerian Perdagangan yang berencana merelaksasi kebijakan DMO-DPO. Ia bahkan khawatir pencabutan kebijakan DMO dan DPO justru akan memicu kembali kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri.

"Kalau DMO dan DPO dihapus kemudian harga melambung tinggi kayak kemarin, apakah pengusaha kemudian tanggung jawab?" kata Nusron dalam pernyataan resmi Setjen DPR RI dikutip elaeis.co Kamis (28/7).

"Jangan-jangan malah memanfaatkan momentum untuk mengambil keuntungan sesaat yang ujung-ujungnya korbannya konsumen yang merupakan mayoritas masyarakat Indonesia," imbuhnya. 

Menurut Nusron, aturan yang dibuat pemerintah lewat kebijakan DMO dan DPO sudah jelas dan transparan, sehingga tidak perlu dilakukan relaksasi terhadap kebijakan tersebut. Legislator dapil Jawa Tengah II ini menambahkan, justru yang perlu dilakukan para pemangku kepentingan adalah fokus terhadap infrastruktur distribusi yang efektif, efisien dan tepat sasaran.

"Ini yang harus ada percepatan dan akselerasi. Pemerintah harus gerak cepat memberikan bimtek (bimbingan teknis) buat pedagang minyak goreng agar bisa mengakses kanal aplikasi Simirah (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah)," imbuhnya.

Oleh karena itu, Nusron pun menyesalkan adanya kalangan pengusaha yang justru meminta kebijakan DMO-DPO dihapuskan. Padahal menurutnya, aturan main yang sekarang ditetapkan pemerintah sudah cukup jelas dan transparan.

"Kalau ada pengusaha yang mengatakan DMO-DPO ribet, berarti pengusaha yang egois, memikirkan diri sendiri, hanya mengejar keuntungan sesaat. Tidak berpikir jangka panjang tentang nasib mayoritas rakyat Indonesia sebagai konsumen. Kalau punya komitmen, kasih barang ke dalam negeri 1 kilo dapat fasilitas ekspor 5-6 kilo. Yang nggak mau, ya itu berarti yang malas dan nakal," tegasnya.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :