https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Meski Berat, Petani Rela Ikut Sertifikasi RSPO

Meski Berat, Petani Rela Ikut Sertifikasi RSPO

Lahan kelapa sawit yang dikelola anggota Asosiasi Petani Berkah Mandah Lestari (APBML) di Tanjungjabung Barat. Foto: Yayasan Setara Jambi


Jambi, elaeis.co - Ikut sertifikasi bukanlah persoalan mudah bagi petani. Tapi mengingat gencarnya kampanye hitam terhadap sawit, petani rela ikut sertifikasi dengan harapan hasil panennya dihargai lebih mahal dan diterima pasar global.

“Kami petani swadaya beda dengan perusahaan. Kami minim modal, bahkan banyak yang tidak ada modal. Jika harus mengikuti standar ketat, sulit, kami tidak sanggup,” kata Suseno, kepada elaeis.co, kemarin.

Ungkapan itu menjadi gambaran beratnya perjuangan yang dirasakan petani swadaya di Jambi dalam menerapkan standar sertifikasi RSPO.

“Belum lagi misalnya harus pakai alat perlindungan diri (APD), kadang helm ketinggalan malas putar balik. Tapi pelan-pelan semuanya mulai bisa dibiasakan,” ungkap anggota Asosiasi Petani Berkah Mandah Lestari (APBML) di Tanjungjabung Barat itu.

Kerelaan Suseno mengikuti sertifikasi RSPO tak lepas dari maraknya kampanye hitam terhadap sawit terutama di kawasan Uni Eropa. Meski pemerintah Indonesia telah bereaksi keras, namun Uni Eropa selalu mencari alasan untuk berkelit.

Produk bebas minyak kelapa sawit (no palm oil), misalnya, disebut berkembang dengan sendirinya di pasar tanpa campur tangan pemerintah negara anggota Uni Eropa. Konsumen memilih produk lain karena sawit antara lain dianggap sebagai penyumbang peningkatan emisi karbon pada lahan gambut.

Karena kampanye hitam sudah meluas, petani sawit tidak punya pilihan selain melakukan tindakan nyata untuk membuktikan hasil panennya bebas dari segala yang dituduhkan. Salah satu upaya itu adalah mengikuti sertifikasi RSPO.

Dan bagi petani seperti Suseno, sulit bukan berarti tidak mungkin menerapkan prinsip dan standar RSPO. Dengan didampingi oleh Yayasan Setara Jambi, Suseno dan petani APBML berhasil meraih sertifikat RSPO pada November 2019.

“Bagaimanapun, kalau memang kami harus melakukan semua ini demi keadilan ekonomi dan kesejahteraan petani, ya tidak apa-apa. Toh kami juga dapat banyak manfaat positif,” akunya. 


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :