https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Menyoal Kembali Si 'Anak Haram'

Menyoal Kembali Si

Tutupan hutan belukar di kawasan perbatasan Riau-Sumbar. Foto: aziz


Jakarta, elaeis.co - Paparan bekas Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian   Kehutanan era Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan ini, cuma 16 halaman. 

Tapi apa yang dia gores di paparan yang kemudian dia suguhkan pada Diskusi Webinar Fortum Wartawan Pertanian (Porwatan) Rabu pekan lalu itu, sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan bahwa Dr. Bedjo Santoso, sedang miris menengok nasib kelapa sawit Indonesia. 

Soalnya secara asal usul kata peneliti Institute of Sustainable Earth Resources (ISER UI) FMIPA Universitas Indonesia ini, kampung halaman kelapa sawit itu adalah hutan. 

Ini terbukti dari ciri-ciri fisiknya bahwa kelapa sawit adalah vegetasi berdaun, berbuah dan berbatang kayu. 

Kalau dirangking berdasarkan kualitas, kelapa sawit bukan tanaman kaleng-kaleng lantaran sosok bernama asli elaeis guinnensis ini handal membentuk ekosistem hayati. 

Katakanlah dari aspek penyerapan air, sifat alelopati, indek diversitas, dan paling unggul urusan penyerapan karbon (CO2) maupun penghasil Oksigen (O2).

Perbandingan Ekologis Kelapa Sawit dan Tanaman Hutan Lain
No  Uraian Sawit Sengon Jati Mahoni
1 Penyerapan Air mm/th 1.104 1.355 1.500 1.975
2 Alelopati 0,23 0,14 0.56 0.87
3 Keragaman Tanaman Bawah Sedang Cukup Rapat Sedang Rendah
4 Indeks Diversitas 1,20 1,35 1,10 1,15
5 Penyerapan CO2/ha/th 36 18 21 25
           

"Pada 2018 Bappenas menyebut bahwa kelapa sawit telah menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja. Dari total itu, tenaga kerja langsung mencapai 4,2 juta orang, sisanya adalah tenaga kerja tidak langsung. Di tahun yang sama, kelapa sawit telah memberikan devisa sekitar Rp240 triliun. Besarnya devisa itu menjadikan sawit menjadi tulang punggung perekonomian nasional," katanya.

Masih di tahun yang sama kata Bedjo, luas lahan berhutan di Indonesia mencapai 93,5 juta hektar. Sekitar 85,6 juta hektar atau 71,1?rada di dalam kawasan hutan. 

Pada 2019, KLHK dan Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa ada sekitar 25.863 desa berada di dalam dan sekitar kawasan hutan itu. 

Desa itu dihuni oleh 9,2 juta rumah tangga atau sekitar 43,5 juta jiwa. Naas, 50%-60% atau sekitar 25,1 juta jiwa dari total penduduk itu dalam kondisi miskin.          

"Kalau kita tengok dari dominasi penggunaan darat, kawasan hutan dalam status perlindungan ada sekitar 52,1 juta hektar. Lalu kawasan hutan budidaya 68,4 juta hektar. Kawasan yang kedua ini sebenarnya bisa dijadikan kebun sawit. Artinya, kebun sawit yang diklaim dalam kawasan hutan, bisa juga," Bedjo mengurai. 

Lantas kawasan non hutan, yang dipakai untuk perkebunan ada sekitar 23,6 juta. Sekitar 16,38 juta hektar adalah kebun kelapa sawit. Kawasan non hutan untuk pertanian ada 13,8 juta hektar dan semak belukar ada 8,6 juta hektar. 

"Kalau dalam 5 tahun ke depan Indonesia bisa memanfaatkan semak belukar yang ada di dalam dan sekitar kawasan hutan itu jadi kebun sawit, maka 10 juta orang tenaga kerja akan terserap.  Kemiskinan masyarakat di desa akan terentaskan," ujarnya. 

Tak hanya itu, udara bersih yang dihasilkan dan carbon yang bisa diserap akan sangat besar, jika merunut pada hitung-hitungan di atas tadi.  

Hanya saja kata Bedjo, walau kemampuan dan jasa kelapa sawit sudah sebanyak tadi, tumbuhan asal rimba Mauritius Afrika ini tetap saja dianggap haram. 

"Inilah yang membuat kelapa sawit menangis," ujarnya. 

Kalau omongan Bedjo ini diseret ke dalam UUD 45, bahwa sesungguhnya kewajiban negaralah untuk mensejahterakan rakyatnya. 

Uniknya, para petani kelapa sawit, termasuk petani yang sawitnya diklaim dalam kawasan hutan, telah mengambilalih kewajiban negara itu dengan mengusahakan sendiri hidup dan kehidupannya. 

Ini berarti, rakyat telah berjasa kepada negaranya. Sayang, sudahlah ditolong menunaikan tugasnya, justru penyelenggara negara sendiri yang tidak menghargai jasa itu.

Sudahlah tidak menghargai, masyarakat dipaksa miskin kembali. Pertanyaan yang kemudian munculnya, siapa yang jadi penghianat amanah pendiri bangsa ini? 


 

Komentar Via Facebook :