Berita / Serba-Serbi /
KPPU Minta Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Cermati Indikasi Persekongkolan Tender

KPPU Wilayah I mendatangi bagian pengadaan barang dan jasa Pemko Medan. Foto: Hamdan/Elaeis
Medan, elaeis.co - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) wilayah I melakukan inisiatif mendatangi bagian pengadaan barang dan jasa pemerintahan Medan, dalam rangka mengedepankan upaya pencegahan terhadap pelanggaran Undang-undang nomor 5 tahun 1999, yakni di Pasal 22 tentang larangan persekongkolan tender dalam proses pengadaan barang dan jasa.
KPPU datang dipimpin oleh Kepala Kantor wilayah I KPPU Medan, Ridho Pamungkas, disambut hangat oleh Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota Medan, Alexander Sinulingga serta didampingi Kepala Pembinaan dan Advokasi, Kario Darminto Harahap.
Pertemuan ini juga sebagai tindak lanjut atas temuan indikasi persekongkolan tender oleh KPPU pada pengadaan 'lampu Pocong' yang secara resmi dinyatakan sebagai proyek gagal oleh Walikota Medan, Bobby Afif Nasution beberapa waktu lalu.
Ridho Pamungkas menyampaikan bahwa apabila proses tender yang kompetitif akan menarik minat banyak peserta untuk menawar, dengan demikian Pokja memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan penawaran yang baik.
"Dalam pengadaan lansekap Kota Medan, hanya ada satu penawaran untuk setiap paket, hal itu memang diperbolehkan tetapi jadi tanda tanya apakah ada persyaratan atau ketentuan yang membatasi atau tender telah diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada yang memasukkan penawaran," ujarnya kepada elaeis.co, Kamis (25/5).
Terkait dengan proses pemilihan penyedia, Ridho secara tegas mengatakan bahwa selama ini KPPU sering mendapati Pokja tidak memiliki kewenangan dalam mendeteksi adanya persekongkolan dalam tender, yang berakibat terjadinya persaingan semu antar peserta tender.
”Salah satu bentuk yang ditandai sebagai persaingan semu adalah keikutsertaan perusahaan fiktif atau perusahaan yang hanya dipinjam yang secara kapasitas teknis dan administratif tidak layak ditetapkan sebagai pemenang," pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kario Darminto Harahap mengakui bahwa kewenangan Pokja hanya sebatas evaluasi terhadap dokumen administrasi tanpa melakukan pemeriksaan fisik terhadap peralatan, personil, dan lain-lain.
Dulu pernah kami cek fisik peralatan yang akan digunakan oleh peserta, setelah itu kami dilaporkan ke PTUN, di PTUN kami dikalahkan karena tidak ada kewenangan Pokja untuk memeriksa fisik peralatan, ungkapnya.
Kario sangat berharap ada regulasi yang melarang adanya pinjam meminjam perusahaan. Dengan adanya regulasi tersebut akan memperkuat posisi pokja untuk menggugurkan peserta yang terbukti hanyalah perusahaan yang disewa atau dipinjam.
”Kami pernah coba membuat database perusahaan kontraktor yang telah terverifikasi, namun peraturan yang baru terkait kemudahan berusaha membuat kami semakin sulit mengetahui mana yang perusahaan biasa dipinjam dan mana yang memang bonafide atau bermodal” ujar Kario.
Sependapat dengan Kario, Ridho menjelaskan bahwa KPPU juga telah beberapa kali memberikan surat saran dan pertimbangan (sarpem) terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah kepada LKPP, salah satunya Sarpem terkait Rencana Revisi Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018. Salah satu usulan KPPU adalah untuk mengubah ketentuan mengenai pembuktian kualifikasi yang sebaiknya dilakukan di awal proses pengadaan.
Hal ini untuk mencegah keikutsertaan perusahaan fiktif yang tidak didukung oleh alamat dan gedung kantor yang representatif, serta dukungan tenaga ahli untuk jenis pekerjaan yang diikuti.
Ditambahkan oleh Ridho, dalam banyak perkara persekongkolan tender yang selama ini ditangani KPPU, ditemukan fakta Pokja tidak melakukan prosedur pembandingan dan klarifikasi terhadap dokumen penawaran peserta tender untuk menyimpulkan adanya indikasi persekongkolan.
"Biasanya Pokja hanya check list kelengkapan persyaratan berdasarkan dokumen yang ada, padahal dalam dokumen pengadaan sudah dicantumkan terkait indikasi persekongkolan," ungkapnya.
Komentar Via Facebook :