https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Kisah 'Laboratorium Sawit Raksasa' di Sudut Muba

Kisah

Ketua KUD Mukti Jaya, Bambang Gianto (kanan), saat berbincang di kebun sawit mereka. foto: dok. pribadi


Bisa jadi tak banyak yang tahu kalau kebun kelapa sawit seluas 3.226 hektar di kawasan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel) itu, milik petani. 

Soalnya, selain hamparan kebun yang tersebar di enam desa; Mulyo Rejo, Cinta Damai, Berlian Makmur, Bukit Jaya, Bumi Kencana dan Panca Tunggal itu tertata rapi, hasil panennya pun sudah sama dengan kebun perusahaan, bahkan bisa jadi hasil kebun petani ini lebih banyak. 

Tengok sajalah, rata-rata produksi kebun dengan bibit varietas 540 dan Simalungun bikinan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) ini, pada 2022 lalu, telah mencapai 22 ton per hektar per tahun. 

Bayangkan berapa umur tanaman di masa itu bila sekarang saja, tanaman yang paling tua baru berumur 6 tahun dan yang paling muda menginjak 4 tahun. 

Yang membikin makin unik, semua kebun itu berada di lahan kelas tiga. Kalau menurut PPKS, lahan kelas tiga, tanaman umur 6 tahun paling banter bisa menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) 19 ton per hektar per tahun. Lahan kelas dua 21 ton dan yang kelas satu 23 ton. 

"Tahun lalu, kebun kami yang ada di Desa Bumi Kencana, telah menghasilkan 27 ton per hektar per tahun. Bisa jadi itu lebih dari 28 ton lantaran belum dihitung potongan wajib di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)," kata Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Mukti Jaya, Bambang Giono, saat berbincang dengan elaeis.co, dua pekan lalu.   

KUD Mukti Jaya sendiri adalah koperasi induk dari 8 koperasi sekunder yang ada di enam desa tadi.

 

Hamparan kebun kelapa sawit KUD Mukti Jaya saat masih berumur 3 tahun. Foto: aziz

Lelaki 49 tahun ini lebih merinci lagi, tanaman yang ada di Desa Bumi Kencana tadi saat ini sudah berumur 6 tahun. 

"Ada juga tanaman yang umurnya sama di desa lain, tapi produksinya masih 18 ton per hektar per tahun. Tanaman yang paling muda, hasilnya baru 10 ton per hektar per tahun," ujar ayah 8 anak ini.

Yang hasilnya sudah 27 ton tadi, tahun ini, Bambang dan kawan-kawan memasang target produksi 30 ton per hektar per tahun. "Kami optimis itu bisa kesampaian," lelaki asal Ngawi Jawa Timur ini yakin. 

Keyakinan itu nongol lantaran Bambang dan kawan-kawan memang sangat memahami pertumbuhan tanaman sawitnya dan terus membikin perlakuan yang tak main-main.

"Kami paham, meski dengan perlakuan yang sama, masing-masing hamparan hasilnya akan berbeda. Untuk ini kami akan terus berinovasi. Oleh inovasi inilah makanya saya bilang, kebun kami ini sudah kayak laboratorium alam," lelaki ini tertawa. 

Dulu, anggota KUD Mukti Jaya ini adalah warga transmigrasi umum kiriman pemerintah pada tahun 1981-1982. Untuk kehidupan sehari-hari mereka bertanam palawija. 

Sekitar tahun '90-an, Hindoli yang kemudian diakuisisi oleh Cargill membuka lahan di dekat lahan warga dan kemudian mengajak mereka menjadi pekebun plasma --- binaan perusahaan.

 

Kantor KUD Mukti Jaya di jalan lintas Sungai Lilin. Foto: aziz

Hampir samalah kayak apa yang dirasakan oleh petani plasma pada umumnya, 12 tahun lalu, Bambang cs memutuskan untuk menjadi petani mandiri saja. 

Ada sederet alasan yang membikin mereka membulatkan tekad untuk berpisah. Ini bermula dari Bambang cs ketemu dengan pemilik perusahaan eks bapak angkat di Palembang. 

Di pertemuan itu, pemilik perusahaan bilang, enggak ada kewajiban perusahaan me-replanting kebun petani. "Sakit hati kami mendengar omongan itu," kenang Bambang.

Walau sudah bikin sakit hati, Bambang masih meladeni ajakan perusahaan berunding. Di perundingan itu Bambang minta konsep kerjasama seperti apa.

Sayang, sampai KUD mau replanting, konsep kerjasama itu tak kunjung nongol. "Enggak mungkin perusahaan sebesar itu tak bisa bikin Rancangan Anggaran Biaya (RAB). Mana mau kami kerja sama kalau cuma lewat omongan, kami ini bukan petani tahun 90-an lagi,” tegas Bambang. 

RAB tak nongol, perusahaan malah datang membawa hitungan cost replanting perhektar di atas Rp55 juta. Menurut perusahaan harga segitu sudah sesuai standar Dirjenbun. 

"Kami enggak mau. Harga segitu sangat mahal. Hitungan kami biaya replanting dari P0-P3 bisa kok di bawah Rp55 juta,” urai Ketua Asosiasi Petani Perkebunan Inti Rakyat (Aspek-PIR) Sumsel ini. 

Yang paling membikin Bambang kesal, oknum petinggi perusahaan ternyata menutup-nutupi informasi soal dana bantuan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS). 

"Kayaknya biar kami mau single management. Orang dari Jakarta malah sempat dibawa untuk mem-back up rencana single management itu," kata Bambang.
  
Malas berurusan dengan perusahaan, KUD pun bulat memutuskan replanting mandiri. Pesan anggota cuma satu; berapa nanti duit yang habis, segitulah beban petani. 

Hanya saja, saat replanting sudah dekat, masalah baru muncul pula. Rupanya anggota sudah menarik sebahagian besar duit simpanannya untuk membeli lahan baru. 

"Tujuan mereka sebenarnya baik. Lahan baru itu akan mereka tanam palawija untuk jaga-jaga selama kebun sawit belum menghasilkan. Tapi gara-gara itu, duit replanting mereka, cuma tinggal antara Rp10 juta-Rp15 juta. Mana cukup," Bambang tertawa.

 

Tahun 2015, KUD Mukti Jaya dan 7 koperasi tadi diundang BPDPKS untuk sosialisasi di Sungai Lilin. Mereka disodori bantuan PSR Rp25 juta perhektar. 

Semula petani tak percaya. Sebab nilai segitu menurut mereka sangat besar. Tapi setelah dicari tahu, ternyata benar. 

"Waktu itu BPDPKS belum percaya sama sekali dengan keinginan replanting mandiri kami. Lantaran itulah kami disuruh bermitra dengan perusahaan,” kenang Bambang. 

Sempat juga Bambang cs bolak-balik ke Jakarta untuk meyakinkan BPDPKS. “Alhamdulillah akhirnya BPDPKS setuju," ujarnya. 

Singkat cerita, setelah urusan administrasi beres di tahun 2017, empat dari 8 koperasi memulai pekerjaan. Di tahun itulah Presiden Jokowi datang melakukan tanam perdana. 

Semua tenaga kerja yang dipakai di lahan replanting itu kata Bambang adalah warga desa itu juga. Siapapun boleh bekerja, tapi hasil kerja harus standar. Pemilik kaplingan diprioritaskan. 

Dari dulu, KUD Mukti Jaya sudah punya manajemen sendiri, layaknya manajemen perusahaan. Ini dibikin persis sejak lahan dikonversi oleh perusahaan --- diserahkan pengelolaannya kepada koperasi tapi hasil panen masih tetap dikirim ke pabrik milik perusahaan. 

Ada Manager, Asisten Kepala (Askep), Asisten Kebun, Mandor dan Pengawas. Tiap desa dikepalai oleh Asisten Kebun. 

Masing-masing Asisten dibantu oleh dua orang; tenaga administrator dan mandor. Semua Asisten Kebun dikepalai seorang Askep. Sementara peran Pengawas diambil oleh masing-masing Kelompok Tani.

 

Punya manajemen sendiri bukan berarti langsung membikin perjalanan KUD Mukti Jaya mulus. Sederet dinamika masih sering terjadi. Belum lagi soal kepercayaan anggota kepada pengurus KUD yang masih minim. 

Butuh waktu yang cukup panjang juga kata Bambang untuk membikin masyarakat kompak. Pentingnya berkelompok, terus kami gelorakan. Misalnya urusan membeli pupuk. Beli bareng ketimbang sendiri, akan lebih murah. 
"Tokoh-tokoh masyarakat kami kasi pemahaman, apa-apa yang penting kami musyawarahkan, kami terbuka, yang salah kami luruskan sama-sama. Alhamdulillah, perlahan perjalanan menjadi indah,” wajah Bambang sumringah.

Yang dimaksud oleh Bambang perjalanan indah tadi antara lain; Lantaran tak punya Iuran Dana Peremajaan Tanaman Kebun (Idapertabun), KUD Mukti Jaya memutuskan membikin program tambungan peremajaan. 

KUD dan Kelompok Tani bekerjasama membikin rekening yang diteken oleh tiga orang. Unit simpan pinjam pun dihidupkan di tiap kelompok.  

“Alhamdulillah saldo simpanan peremajaan yang terkumpul mencapai Rp100 miliar. Kalau dihitung-hitung, masing-masing anggota punya tabungan antara Rp40 juta hingga Rp50 juta. Lalu saldo simpan pinjam mencapai Rp20 miliar. Kami membolehkan anggota meminjam duit hingga Rp100 juta dengan jaminan sertifikat lahannya,” ujar Bambang. 

Selain duit-duit tadi, Jaminan Sosial Petani juga dibikin. Anggota yang meninggal dikasi santunan Rp2,5 juta, yang kecelakaan kerja hingga menimbulkan cacat tetap, diberikan Rp15 juta. 

Belakangan, KUD Mukti Jaya sedang membangun pabrik kelapa sawit sendiri pula. 



 

Komentar Via Facebook :