Berita / Nusantara /
Kejaksaan Agung Diminta Libatkan PPATK dan Periksa BPDPKS
Jakarta, elaeis.co - Kejaksaan Agung disarankan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pengusutan dugaan gratifikasi dan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan produk turunannya selama periode Januari 2021 hingga Maret 2022.
Dengan melibatkan PPATK, maka bisa diketahui aliran transaksi keuangan yang mencurigakan yang dilakukan oleh para tersangka.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, menyebutkan, penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung harus melihat lebih jauh keterlibatan aktor lain di pemerintahan maupun korporasi.
"Saya menyarankan agar Kejaksaan Agung menggunakan sistem pendekatan mengenali pemilik manfaat akhir. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13/2018, sangat memungkinkan diterapkan pada kasus ini," katanya kepada elaeis.co, Kamis (21/4/2022).
Dia yakin, dengan pendekatan itu, Kejaksaan Agung dapat lebih maksimal lagi dalam mengungkap aktor-aktor yang terlibat dan mendapat manfaat dari dugaan tindak pidana ini.
"Salah satu pihak yang juga harus diperiksa adalah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang berstatus sebagai badan layanan umum (BLU) dan mengelola dana triliunan rupiah," katanya.
Darto mengatakan, BPDPKS telah ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan dana subsidi minyak goreng selama kebijakan domestic market obligation (DMO) berlaku. Sementara penerima subsidi ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan.
Selama periode DMO ini, BPDPKS menyalurkan subsidi sebesar 11,2 triliun dengan dua tahap pembayaran. "Pertama Rp 3,6 triliun dan kedua sebesar Rp 7,6 triliun," kata dia.
Pihaknya melihat proses penyaluran subsidi ini tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Secara mandat, kata Darto, BPDPKS tidak memiliki kewajiban atau pun kewenangan menyalurkan subsidi untuk menstabilkan harga minyak goreng.
“Kami duga, pemberian subsidi ini terkait dengan peran konglomerat sawit yang duduk dalam komite pengarah selaku narasumber BPDPKS, empat orang yang jadi tersangka sebagai operatornya saja. Apalagi Indrasari Wisnu Wardhana, juga menduduki posisi sebagai Dewan Pengawas BPDPKS sekaligus sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag,” ungkap Darto.
Dia menambahkan bahwa penyaluran subsidi ini patut diduga telah menimbulkan kerugian negara. Oleh karena itu, Kejaksaan Agung hendaknya melakukan pemeriksaan terhadap peran BPDPKS, seluruh direksi dan Komite Pengarah yang membuat kebijakan.
Apalagi menurut Permenperin Nomor 8 tahun 2022, peran Komite Pengarah BPDPKS sangat sentral dalam pemberian subsidi dan konglomerat sawit duduk di sana termasuk pendiri Wilmar Martua Sitorus.
"Ada conflict of interest, tentu saja. Apalagi BPDPKS sejak 2015 sampai 2021 terus memberikan keuntungan bagi perusahaan lewat subsidi biodiesel, dengan total subsidi selama periode itu Rp 110,05 triliun," kata Darto.
Ia menyebutkan, beberapa perusahaan penerima subsidi tersebut adalah perusahaan yang tersangkut kasus migor yakni PT Wilmar Grup (menerima subsidi biodiesel Rp39,52 triliun), PT Musim Mas Grup (Rp18,67 triliun), dan Permata Hijau Grup (Rp8,2 triliun).
"Adanya penetapan tersangka ini, harus dijadikan momen untuk mengevaluasi mekanisme penyaluran subsidi oleh BPDPKS yang selama ini dinilai tidak adil terhadap petani dan selalu menguntungkan korporasi," tandasnya.
Komentar Via Facebook :