https://www.elaeis.co

Berita / Iptek /

Intensifikasi dengan Penerapan BMP Bisa Tingkatkan Produksi CPO Hingga 40%

Intensifikasi dengan Penerapan BMP Bisa Tingkatkan Produksi CPO Hingga 40%

Fahmuddin Agus, Peneliti Ahli Utama BRIN menjadi pembicara pada acara 2023 Water for Food Global Conference di Universitas Nebraska, Lincoln, Amerika Serikat. foto: ist.


Jakarta, elaeis.co - Fahmuddin Agus, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Organisasi Riset dan Pertanian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mendapat kesempatan menjadi pembicara pada acara 2023 Water for Food Global Conference di Universitas Nebraska, Lincoln, Amerika Serikat, yang berlangsung pertengahan Mei lalu.

Saat itu dia menjelaskan bahwa penerapan paket teknologi unggul (best management practices/BMP) terbukti dapat meningkatkan hasil minyak sawit mentah (CPO) 35-40% dibandingkan sistem pengelolaan konvensional. "BMP juga berpeluang meningkatkan produksi CPO Indonesia sebanyak 6,5 juta ton (12%) tanpa harus membuka lahan baru," jelasnya melalui keterangan resmi Humas BRIN.

Penjelasan tersebut didasarkan pada hasil riset Global Yield Gap Atlas yang telah berjalan selama empat tahun (2019-2023) di enam provinsi. Penelitian tersebut merupakan konsorsium kerjasama penelitian Universitas Nebraska-Lincoln, Universitas Wageningen, BRIN, Kementerian Pertanian, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Universitas Indonesia, dan beberapa lembaga swadaya masyarakat.

Dalam paparannya yang berjudul "Oil Palm Intensification in Indonesia Reconciles Economic and Environmental Objectives", Fahmuddin juga menyebutkan bahwa penerapan paket teknologi yang tepat terbukti secara saintifik mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) per unit produksi dan per unit keuntungan kelapa sawit. Paket teknologi disusun secara spesifik lokasi dengan memperhitungkan berbagai variabel agronomi, lahan, dan lingkungan dengan memperhatikan asas kemudahan dan kemampuan implementasi di lapangan. Dengan paket teknologi tersebut, Indonesia memiliki peluang besar dalam meningkatkan keuntungan ekonomi dan kelestarian lingkungan dengan cara meningkatkan produksi pada lahan perkebunan yang sudah eksis saat ini.

Selain berpartisipasi pada konferensi tersebut, Fahmuddin bersama dua orang peneliti BRIN lainnya, Setiari Marwanto dan Rahmah Dewi Yustika juga berkesempatan menyaksikan praktek pertanian di Nebraska, Amerika Serikat. Negara ini menjadi salah satu penghasil jagung dan kedelai terbesar di dunia. Salah satu kunci keberhasilan pertanian di Nebraska adalah penggunaan teknologi benih unggul yang bahkan sudah diekspor ke seluruh dunia termasuk Indonesia.

Nebraska memiliki hamparan luas Mollisols, tanah dengan kesuburan alami tinggi. Mollisols memiliki pH 6,5-8,5 yang mendukung ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Peserta Program Scientific Exchange dari BRIN juga berkesempatan mempelajari profil tanah Mollisols yang dicirikan dengan horizon berwarna gelap dan tebal (80-100 cm) mengandung bahan organik tinggi di lapisan permukaannya. Tanah ini memiliki struktur granular atau remah dan tekstur lempung atau debu-lempung (silt loam) sehingga pengelolaan fisiknya menjadi mudah. Jaringan akar masih terlihat hingga kedalaman satu meter lebih, menunjukkan tidak adanya hambatan fisik dan kimia untuk penetrasi akar.

Pertanian Nebraska juga memiliki sumber air tanah dangkal yang berlimpah karena merupakan pusat dari Ogallala Aquifer, salah satu aquifer terbesar di dunia. Ogallala Aquifer meliputi beberapa negara bagian yang berbatasan langsung dengan Nebraska, meluas hingga negara bagian di sebelah selatan hingga Texas.

Mekanisasi dengan alat berat menjadi tulang punggung operasional lapangan mulai dari pengolahan tanah, penanaman, pemanenan, hingga pasca panen. Irigasi dilakukan dengan sistem pivot, rangkaian pipa besar yang berjalan dengan roda untuk mendistribusikan air dari dalam tanah dan mengairi tanaman melalui sprinkle. Irigasi pivot juga dapat digunakan sekaligus untuk pemupukan dan penyemprotan herbisida.

Dalam salah satu sesi wawancara dengan petani dan penyuluh di sana terungkap bahwa irigasi pivot, traktor, dan alat berat lainnya sudah dapat dioperasikan secara otomatis dari jarak jauh. Fasilitas penyimpanan hasil panen tersedia dalam ukuran besar (silo) dan jumlah yang banyak sehingga pemasaran dapat diatur waktunya dengan memperhatikan fluktuasi harga di pasaran. Seluruh aktivitas pertanian terhubung oleh infrastruktur jalan yang massif hingga jaringan kereta api.

Selama tinggal di Nebraska, tim peneliti BRIN juga aktif berinteraksi dengan pengajar di Universitas Nebraska-Lincoln dan mendiskusikan peluang penulisan makalah untuk publikasi ilmiah, antara lain tentang "sustainable intensification" dan "soil and plant tissue analysis" yang diperkirakan dapat direalisasikan pada tahun ini atau awal tahun depan.

Pengalaman mengikuti Scientific Exchange di Amerika ini sangat bermanfaat untuk pengembangan pertanian di Indonesia. Tentu saja tidak semua teknologi dapat diaplikasikan di Indonesia mengingat karakteristik lahan dan petani kita berbeda dengan yang dimiliki Amerika. Namun aspek substansi pengelolaan benih unggul, pengelolaan kesuburan tanah, optimalisasi sumberdaya lahan, mekanisasi, infrastruktur, kelembagaan, program peningkatan kapasitas petani, hingga skema kredit dan asuransi, sangat menarik untuk dipelajari lebih dalam.
 

Komentar Via Facebook :