https://www.elaeis.co

Berita / PSR /

Gulat: Temboknya Terlalu Tinggi untuk Petani

Gulat: Temboknya Terlalu Tinggi untuk Petani

Ketua Umum APKASINDO Gulat Manurung. (Dok. Elaeis)


Pekanbaru, elaeis.co - Tahun 2022 menjadi tahun buruk bagi pelaksanaan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Pasalnya realisasinya yang sangat rendah. 

Bahkan di Riau, sebagai daerah dengan penghasil kelapa sawit terbesar dan perkebunan sawit terluas di Indonesia, realisasinya justru nol. 

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr Gulat Medali Emas Manurung, mengaku prihatin melihat kondisi ini.  

"Memang tidak bisa dibantah bahwa memang faktanya capaian PSR di Riau tahun 2022 nol persen," kata Gulat saat berbincang dengan elaeis.co, Jumat (13/1). 

Alumni Program Doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Riau itu mengaku, rendahnya realisasi PSR ini tidak terlepas dari persyaratan baru yang terdapat di Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 03 Tahun 2022. 

"Karena persyaratan yang dibuat untuk mencapai PSR itu terlampau berat untuk dipenuhi petani. Salah satu yang paling berat untuk dipenuhi petani itu, harus bebas dari gambut. Sementara daratan Riau itu 64 persennya merupakan lahan gambut. Praktis teman-teman pengusul tadi putar balik berkasnya karena tidak memiliki persyaratan tersebut," ujarnya. 

"Kedua, mereka juga kebingungan mengurusnya. Karena mengurusnya tidak bisa di kabupaten, tidak bisa di provinsi, harus langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Di mana sistemnya online. Jadi menunggunya itu kan cukup lama," sambung Gulat. 

Tak hanya terkait dengan persyaratan bebas dari kawasan gambut, persyaratan lain yang bikin pusing petani adalah harus bebas dari tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU). Yang mana syarat ini diminta oleh Kementerian ATR/BPN. 

"Kalau hanya surat tidak tumpang tindih HGU, BPN provinsi sudah bisa menerbitkannya. Tapi persoalan, ada tambahan, yaitu harus melakukan pengambilan ulang titik koordinat secara poligon," kata dia.  

"Dan parahnya, bagi yang sudah sertifikat, tapi sertifikatnya model lama dan tidak terdaftar di ATR/BPN, wajib di-update dulu datanya, supaya masuk dalam peta. Itu kan lama dan butuh biaya," keluhnya. 

Gulat tidak menampik bahwa kedua syarat itu sangat memberatkan petani kelapa sawit. "Temboknya tinggi sekali untuk petani memenuhi persyaratan itu," ujar Gulat.

Komentar Via Facebook :