https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

Gara-gara ini, Permintaan Minyak Sawit Dunia Lesu, Stok Ekspor Menumpuk. Petani Menjerit

Gara-gara ini, Permintaan Minyak Sawit Dunia Lesu, Stok Ekspor Menumpuk. Petani Menjerit

Tumpukan TBS Sawit segera diolah menjadi minyak sawit. Foto: Astra Agro Lestari


Jakarta, elaeis.co - Beberapa hari belakangan wajah-wajah para petani sawit kelihatan manyun. Melorotnya harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit menjadi fokus pembicaraan di group-group mereka. "Sudah 'pecah' dari harga Rp2000 (sudah di bawah harga Rp2000). Gawat ini," begitulah satu dari sekian deret kalimat kekecewaan yang ada. 

Masih banyak lagi ungkapan kekecewaan yang terlontar, tak terkecuali sindiran yang bilang begini; Satgas yang dibentuk Pak Jokowi hebat. 

Ada juga yang teriak agar Direktur Kelapa Sawit dan Palma Lainnya --- jabatan baru di Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian --- segera turun tangan. "Ayo Pak Direktur Tanaman Sawit, segera Bapak turun gunung menolong kami petani sawit. PR Bapak memang langsung menantang," seru petani lainnya.   

Lantas, apa sebenarnya yang terjadi dengan minyak sawit Indonesia? "Masalah harga TBS murni lantaran pasar ekspor yang melemah. Januari dan Februari 2023, ekspor hanya 1,8 juta ton. Padahal normalnya antara 2,5 juta ton hingga 3 juta ton," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono kepada elaeis.co, kemarin.

Saking lesunya ekspor minyak sawit itu kata Eddy, izin ekspor yang sudah terealisasi sebanyak 6 juta ton, tak kunjung keluar. Itu belum termasuk deposito ekspor yang mencapai 3,9 juta ton. "Jadi total stok izin ekspor itu sekarang mencapai 9,9 juta ton," ujarnya. 

Kalau menengok aturan main yang ada, deposito ekspor yang 3,9 juta ton tadi tidak begitu masalah lantaran proses 'pencairan'nya tidak sekaligus, tapi bertahap. Sekitar 339 ribu ton perbulan yang dimulai sejak kemarin.

Adapun yang membikin pasar minyak sawit itu lesu kata Eddy lantaran produksi minyak nabati lain seperti minyak Bunga Matahari dan Kedelai lagi banjir-banjirnya. Itu terjadi lantaran perang Rusia-Ukraina tak kunjung kelar, sejumlah negara menanam bunga matahari. Gara-gara produk yang membanjir itu pula, harga minyak nabati non sawit ini beda tipis dengan minyak sawit. 

"Sejumlah negara importir akhirnya beralih ke minyak nabati lain. India sendiri malah membatalkan pembelian 75 ribu ton minyak sawit Indonesia lantaran mendapat pasokan minyak nabati lain," terangnya. 

Biar pasar minyak sawit tadi bergairah kembali kata Eddy, selisih harga antara minyak nabati lain dengan minyak sawit harus 'dilebar'kan biar harga bersaing. Yang paling memungkinkan untuk memperlebar selisih harga itu ya Bea Keluar (BK) atau Pungutan Ekspor (PE) diturunkan dulu sementara.

Saat ini total BK dan PE mencapai USD224 per metrik ton. "Meski itu juga belum menjamin akan mendongkrak ekspor. Sebab bisa jadi suplay minyak nabati lain semakin bagus" ujarnya.

Intinya kata Eddy, kalau selisi harga antara minyak sawit dengan minyak nabati lain di bawah USD100, orang akan memilih minyak nabati lain. Salah satu penyebabnya adalah jarak tempuh yang lebih dekat.  



   
 

Komentar Via Facebook :