Berita / Bisnis /
Di Energi Terbarukan, Petani Masih Jadi 'Mainan'
Seorang petani sedang mengumpulkan TBS nya untuk diangkut ke pabrik. foto: ist
Jakarta, elaeis.co - Program energi baru terbarukan, harus melibatkan dan menjadi market bagi petani. Itu semestinya. Tapi yang terjadi justru, lapak itu malah melulu jadi marketnya industri. Segelintir orang pula.
"Cara-cara seperti ini sama saja membunuh petani. Tengok sajalah, sampai sekarang enggak ada korporasi petani yang jadi pemasok ke industri ini. Katakanlah ke industri biodiesel," kata Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (Sekjen-SPKS), Mansuetus Darto Alsy Hanu kepada elaeis.co, tadi siang.
Lantaran terkesan eksklusif, tidak jelas kata Darto siapa dan perusahaan mana yang menjadi pemasok bahan baku biodiesel itu meski cerita yang santer beredar, bahwa yang bersentuhan dengan pasar bahan baku biodisel itu; siapa berteman siapa.
"Mestinya Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka ke publik perusahaan mana saja yang selama ini menjadi pemasok Crude Palm Oil (CPO) untuk program biodiesel itu dan ESDM harus membuat standar khusus. Rantai pasoknya dibuka kepada publik, biar publik tahu kalau rantai pasok ke biodiesel itu, perusahaannya ini," ujarnya.
Sebagai program energi terbarukan kata Darto, mestinya yang menjadi prioritas pemasok bahan baku biodiesel itu adalah pabrik-pabrik yang selama ini mengolah Tandan Buah Segar (TBS) milik petani swadaya, biar petani yang tak punya tuan itu tertolong. "Dan semestinya pula, petani-petani itu diajari berkelompok mendirikan pabrik biodiesel skala kecil. Pabrik biodiesel ini kan enggak butuh teknologi tinggi. Program biodiesel ini juga bersubsidi. Kasi ke petani, dengan begitu, mandatori B30 ini menyelamatkan petani," katanya.
Baca juga: BK, PE, Biodiesel, Halaaaah....Petani Sawit Juga Yang Buntung
Kalau korporasi petani muncul kata Darto, penggunaan CPO di dalam negeri akan semakin besar. Lapangan kerja tercipta, duit yang berputar di dalam negeri bertambah. "Harga CPO juga akan terjaga lantaran suplay and demand minyak sawit dunia menjadi terkontrol. Bukan malah sibuk mempertahankan struktur progresif Pungutan Ekspor (PE)," ujarnya.
Kalau dengan model sekarang kata Darto, program biodiesel yang disubsidi dari hasil PE itu hanya dikuasai oleh segelintir orang. Sudahlah penguasa konsesi perkebunan sawit besar, duduk pula di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). "Yang menikmati untung, mereka-mereka juga," suara Darto terdengar datar.
Di sisi lain, jauh-jauh hari Masyarakat Biohidrokarbon Indonesia (MBI) sudah mendorong apa yang dibilang Darto itu, MBI ingin pada aspek supply-chains, petani kuat dan menjadi subjek.
"Tentu petani harus masuk dalam ranah korporatisasi, mereka punya Palm Oil (PO) Mill. Kalau petani sudah dikorporatisasi, mereka akan berubah dari objek menjadi subjek. Enggak perlu lagi rumus-rumus penetapan harga kalau mereka sudah kuat," kata Ketua MBI, Sahat Sinaga.
Potensi petani untuk korporatisasi itu kata Sahat sangat besar, sebab luas kebun kelapa sawit petani mencapai 6,8 juta hektar. "Jika petani sudah maju dan terintegrasi dengan Biohidrokarbon, yang akan menetapkan harga itu ya mereka, bukan lagi perusahaan besar. Katakanlah harga TBS sekarang di kisaran Rp2400 perkilogram. Dengan model korporasi petani sawit tadi, harga di mereka bisa punya value add sekitar Rp1080 perkilogram TBS, ini kan sudah sama saja harga jual TBS petani Rp3.480 perkilogram. Bagi kami, inilah yang disebut "Poverty Alleviation"," terangnya.
Biar semua berjalan kata Sahat, petani silahkan membikin kelompok pada luasan 5.000-6000 hektar. Kelola itu secara profesional dan dirikan PO Mill generasi yang lebih efisien. Tingkatkan rendemen menjadi 23,5% dengan produksi hingga 25 ton per hektar pertahun.
Sahat yakin dengan korporatisasi, nilai tambah TBS petani akan meningkat 45%-50%. "Alhasil, memperkuat yang lemah tanpa melemahkan yang kuat, akan terjadi," ujar Sahat. "Satu lagi, dengan cara begini, modal 4-5 hektar saja, seorang petani akan bisa menguliahkan anaknya sampai doktor," ayah tiga anak ini yakin.







Komentar Via Facebook :