https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Cerita Rp5 Juta per Hektare ala PT DSI di Kampung Tengah

Cerita Rp5 Juta per Hektare ala PT DSI di Kampung Tengah

Warga Kampung Tengah, Iskandar bercerita tentang pembayaran uang ganti rugi Rp5 juta per hektare dari PT DSI. (Foto: Sahril/Elaeis)


Siak, elaeis.co - Jika dapat mengulang cerita 2013 silam itu, mungkin Iskandar Bin Abubakar tidak menerima uang Rp5 juta dari PT Duta Swakarya Indah (DSI).

Namun apa daya, nasi sudah jadi bubur, cerita perih Rp5 juta per hektare itu tidak akan bisa diulang lagi. Tapi lelaki 49 tahun itu tetap saja menyesali uang 'sagu hati' dari korporasi perkebunan kelapa sawit tersebut.

"Kesal kali saya sekarang. Sebab yang dibayarkan ke saya pada 2013 lalu hanya Rp5 juta per hektare. Ada empat hektare luas kebun saya yang dikasih sagu hati oleh PT DSI. Total duitnya Rp20 juta," kata Iskandar saat berbincang dengan elaeis.co di Siak, Rabu (2/11).

Iskandar menyebut kala itu terpaksa harus menerima uang tersebut. Walau saat itu menjabat sebagai kepala desa (penghulu kampung) di Kampung Tengah, Iskandar mengaku tidak bisa berbuat apa-apa.

"Mana bisa berbuat apa-apa. Setiap hari ada excavator perusahaan di lahan saya waktu itu. Lima excavator diturunkan tiap hari. Siang kita usir, sore mereka kerja, sore kita usir tengah malam mereka kerja. Mau tak mau, harus saya terima uang sagu hati tersebut," ujarnya.

Ia menjelaskan, sengketa lahan masyarakat dengan PT DSI sudah berlangsung cukup lama. Menurutnya sengketa ini dipicu atas ketidakberesan PT DSI mengganti rugi lahan masyarakat.

"Saat ini, kalau tidak salah saya, ada 80 kepala keluarga (KK) di Kampung Tengah yang mempunyai lahan seluas 191 hektare belum diganti rugi oleh PT DSI," kata dia.

"Tapi PT DSI tetap ngotot menguasai lahan masyarakat tersebut. Padahal masyarakat punya alas hak yang jelas seperti SKT dan SKGR. Surat-surat ini ada dari tahun 90-2000-an," ujar Penghulu Kampung Tengah periode 2005-2011 ini.

 

Sebetulnya, kata Iskandar, penguasaan lahan oleh masyarakat jauh lebih dahulu dibanding kedatangan PT DSI ke daerahnya. Sebagai bukti masyarakat punya alas hak atas lahan yang diterbitkan di tahun 90-an. 

Selain itu, ganti rugi yang dilakukan oleh PT DSI juga seadanya, Rp5 juta per hektare. Metode ganti rugi itu juga menurut Iskandar asal-asalan.

Sebab, setiap punya foto copy KTP kala itu, mendapatkan uang Rp5 juta. Bahkan dalam satu keluarga, anak, ayah hingga ibu pun mendapatkan duit 'sagu hati' tersebut.

"PT DSI kala itu memberikan uang ganti rugi hanya modal KTP saja.  Sepengetahuan saya, di Kampung Tengah ada seluas 127 hektare kebun warga yang sudah di 'sagu hati'. Tapi, waktu itu ada juga warga yang enggak mau di 'sagu hati'. Ada 80 KK mempunyai lahan seluas 191 hektare yang belum. Kalau yang fiktif, saya tidak tahu," ujarnya.

Iskandar mengatakan, uang itu diberikan setelah lahan berhasil digarap. Padahal di lahan itu sudah ada tanaman.

"Kalau sudah ditanami, tentu harga segitu tidak pas. Tapi bagaimana lagi, daripada tidak dapat sama sekali, saya akhirnya mengambil uang tersebut," kata dia.

Jika lahan tidak diberikan, PT DSI juga tetap menggarap lahannya. Iskandar mengaku, masyarakat kala itu tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi jika dihadapkan ke masalah hukum.

"Saya saja kepala desa waktu itu di gitu kan. Apalagi lah masyarakat. Kondisi seperti itu sebetulnya diketahui oleh Pemkab Siak waktu itu. Tapi tidak ada tindakan. Tak mungkin pula pemerintah daerah tidak tahu, orang peristiwanya di depan mata," kata dia.

Maka itu Iskandar terus mendukung masyarakat Kampung Tengah memperjuangkan hak-hak mereka terhadap PT DSI. 

Komentar Via Facebook :