https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Cara Pemerintah Menjaga Sawit

Cara Pemerintah Menjaga Sawit

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, saat melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Barat (Kalbar) dan lelaki 47 tahun ini disambut langsung oleh Ketua DPW Kalbar, Indra Rustandi besert


Pekanbaru, elaeis.co - Kalau ditengok sepintas, tawaran yang disodorkan oleh pemerintah ini sangat menggiurkan, apalagi pada kondisi sekarang, macam oase di padang pasir nian lah.

Soalnya, selama ini Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dipatok dan dipungut 10 persen, tapi pada video convrence Kementerian Pertanian dengan sejumlah stakeholder yang digelar pada Selasa dua pekan lalu,  pemerintah menyebut bakal memangkas PPN tadi menjadi 1 persen. 

Kalau PPN 1 persen itu berlaku, berarti saban TBS sampai ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS), kocek para petani bakal menggelembung 9 persen dari biasanya. Hitungan sederhananya kira-kira seperti itu bagi petani yang mayoritas awam soal pajak.

Hanya saja, petani yang ada di Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), justru tidak serta merta menerima tawaran itu. Sebab bagi mereka, hitungannya tidak sesederhana pengurangan tadi lantaran selama ini, sistim perhitungan harga dan model transaksi TBS di PKS, sangat-sangat tidak transparan.

Mulai dari potongan, timbangan, hingga harga, sangat bermasalah. Urusan timbangan misalnya. Potongan siluman sudah berlaku sejak di tingkat pedagang pengumpul TBS (RAM) --- orang yang membeli TBS pada petani perorangan. Pedagang pengumpul TBS membikin aturan sendiri soal potongan untuk total timbangan yang ada. Ini belum lagi kalau petani memelototi jarum timbangannya.

Sebab sudahlah timbangan dipotong,  jarum timbangan 'dimainkan', harga pun suka-suka. Alasan oknum pengumpul ini beragam. Mulai dari lantaran sampah TBS, TBS sudah loyo, rendemen, hingga alasan kondisi TBS yang kurang bagus.

Lantas gimana pula kalau petani sendiri yang langsung mengantar TBS nya ke PKS?. Masalahnya hampir sama dengan pedagang pengumpul, bedanya, PKS lebih 'cantik mainnya'. Besar kecilnya masalah yang ada tergantung ke PKS mana TBS diantar.

Kalau TBS diantar ke PKS komersil --- PKS yang tidak memiliki kebun --- simak saja apa yang dikeluhkan oleh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Apkasindo Riau, Santha Buana Kacaribu, ini; 

Sudah jadi rahasia umum kalau PKS Komersial memotong timbangan TBS petani antara 5 persen hingga 12 persen. Malah ada yang sampai 20 persen. 

Alasannya macam-macam, mulai dari alas an untuk menutupi "bunga bank", mendahulukan PPN 10 persen, rendemen rendah, TBS banyak mentah, TBS dari kawasan hutan, hingga TBS petani banyak sampahnya. Kalau soal asal-usul TBS ini, hanya di PKS yang suka menekan-nekan yang memelototi itu, kalau RAM sendiri jarang mempersoalkan. 

Setelah timbangan dipotong, barulah kemudian pajak dipotong 10 persen. 

Itu soal timbangan, soal harga, di Dinas Perkebunan masing-masing provinsi penghasil kelapa sawit, ada yang namanya Tim Penetapan Harga Bersama. 

Saban minggu, tim yang berasal dari ragam stakeholder ini, menggelar rapat untuk menetapkan harga sepekan. Hanya saja, hanya segelintir PKS komersil yang mau memakai harga penetapan tadi. Mayoritas memakai harga sendiri yang nilainya jauh di bawah harga penetapan.

Yang paling celaka lagi, meski Permentan No 01 Tahun 2018 tentang Pedoman penetapan harga pembelian TBS dari pekebun sudah ada, lagi-lagi, aturan ini tinggal aturan. Tetap saja mayoritas PKS komersil membikin harga sendiri. 

"Anda bisa bayangkan, saat ini ada sekitar 879 PKS tersebar di 22 provinsi penghasil TBS. Hanya 15 persen sampai 20 persen saja PKS itu yang manut sama Permentan tadi, sisanya bikin harga sendiri. Kalau dibawa ke bahasa hukum, ini namanya sudah pelanggaran lho, pidana larinya," rutuk Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung saat berbincang dengan elaeis.co, Minggu sore. 

Dari tahun lalu kata Gulat, persis pada acara Andalas Forum di Batam, lelaki 47 tahun ini sudah mendengungkan soal konsep satu harga TBS. Sebab menurut Gulat, kelapa sawit di Riau maupun di Papua, sama-sama menghasilkan CPO. Kualitas bibitnya sama, umurnya sama, rendemennya sama. 

"Lah, kok harga di Papua bisa lebih rendah hingga 50 persen dibanding di Riau? Ini ada apa?," kandidat Doktor lingkungan ini bertanya.

Jadi kata Gulat, deretan persoalan tadilah yang membikin Apkasindo tidak serta merta menerima tawaran penurunan PPN menjadi 1 persen tadi. "Bahwa memberesi gurita persoalan di tataniaga perdagangan TBS, sebenarnya tak kalah penting. Dan satu hal yang perlu dicatat, meski kondisinya seperti itu, kami tetap membayar pajak penghasilan. Pajak ini dipotong saat transaksi TBS," katanya.

Belakangan, muncul sinyal kalau Apkasindo bakal menerima penurunan PPN tadi. Sebab bagi Apkasindo, PPN 1 persen agaknya akan menjadi ‘Kilometer Nol’ untuk pembenahan tata niaga kelapa sawit. “Butuh waktu untuk memberi pemahaman kepada petani Apkasindo yang ada di 22 provinsi dan 117 kabupaten/kota, biar mereka tidak salah kaprah dan tidak menjadi masalah baru,” ujar Gulat.

Gulat kemudian mengurai apa itu PPN 1 persen tadi, begini katanya; 

Bahwa penurunan PPN TBS dari 10 persen menjadi 1 persen akan bermanfaat  bagi petani sawit PKP dan koperasi atau kelompok tani, penjual TBS yang berstatus PKP. Manfaat ini berupa restitusi 100 persen dari total PPN masukan yang dapat dikreditkan dari pembelian barang kena pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terkait dengan produksi TBS.

Restitusi 100 persen dimungkinkan lantaran PPN TBS 1 persen ini bersifat final atau tidak dapat dikreditkan oleh pembeli TBS (PKS atau RAM). Namun manfaat ini hanya bisa dioptimalkan jika petani sawit atau Koperasi, kelompok tani penjual TBS berstatus PKP.

Contohnya begini; Koperasi A menjual TBS senilai Rp100 juta kepada PKS C. Sebagai PKP, Koperasi A wajib memungut PPN dari PKS C dengan tarif 1 persen. Ini berarti, uang yang diterima oleh Koperasi A menjadi Rp101 juta; Rp100 juta hasil penjualan TBS, sisanya PPN 1 persen dari PKS C  tadi. PPN 1 persen ini adalah hak Negara dan Koperasi A harus menyetorkan itu. 

Di periode yang sama, Koperasi A membeli pupuk atau saprodi lainnya senilai Rp8 juta dan kena PPN 10 persen oleh penjual.  Lantaran PPN 1 persen TBS tadi  bersifat final atau tidak dapat dikreditkan oleh PKS C, maka Koperasi A dapat memanfaatkan ini dengan mengajukan restitusi PPN Pupuk Rp800 ribu tadi kepada Negara saat menyetor pajak TBS yang 1 persen itu. 

Artinya, yang disetor ke Negara oleh Koperasi A adalah Rp1 juta-Rp800 ribu = Rp200 ribu. Restitusi ini dilakukan tentu dengan sistem administasi perpajakan yang benar dan sesuai prosedur. 

Di sini salah satu keuntungan petani atau kelompok tani yang PKP. Dan kami DPP Apkasindo akan segera membahas soal PPN ini bersama GAPKI. Mudah-mudah bisa secepatnya,” ujar Gulat.

Hanya saja kata Gulat, banyak petani, koperasi atau kelompok tani PKP yang tidak melakukan restitusi ini lantaran aturan mainnya, mereka tidak paham. "Kami ribet dibikin e-faktur ini. Kami sangat butuh pengajaran soal yang kayak gini," kata Indra Rustandi Ketua DPW Apkasindo Kalimantan Barat.    

Di Sumatera Barat lebih parah lagi. Lantaran tak punya SDM yang mumpuni, ada koperasi di sana harus membayar denda hingga Rp1,2 miliar hanya gara-gara mereka tidak mengerti administrasi perpajakan.

Lantas seperti apa pula dengan petani atau koperasi yang belum PKP? Bahwa penurunan PPN 1 persen tadi secara langsung tidak bisa dirasakan oleh petani yang semacam ini.  Tapi paling tidak, faktor koefisien pengali dari PKS, khususnya PKS komersial bukan lagi 10 persen. 

Terlepas dari deretan permasalahan tadi, bagi praktisi kelapa sawit, Dr. Tungkot Sipayung, kebijakan pemerintah untuk menurunkan PPN menjadi 1 persen adalah langkah luar biasa. "Ini upaya pemerintah menstimulus ekonomi di masa pandemik Covid 19. Ini kebijakan yang sangat berpihak kepada petani kelapa sawit. Dampaknya, harga TBS akan terdongkrak," katanya. 

Tinggal lagi kata Tungkot, perlu penyuluhan dan pelatihan kepada petani supaya mereka benar-benar memahami keuntungan ber-PKP, “Ini tugas Apkasindo lah bersama kantor pajak,” katanya.

Sayang, hingga berita ini dipublish, belum satupun pengelola PKS yang mau berkomentar soal semua tudingan terkait apa yang terjadi di PKS itu.

Abdul Aziz


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :