https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Bukan Karena Ternak, ini Sebabnya Ganoderma Cepat Menyebar

Bukan Karena Ternak, ini Sebabnya Ganoderma Cepat Menyebar

Keberadaan ternak di kebun sawit tidak terbukti menjadi penyebab menyebarnya ganoderma. Foto: Dr Wahyu Darsono


Jakarta, elaeis.co - Ganoderma telah menjadi momok yang menakutkan di industri perkebunan kelapa sawit, baik yang dikelola oleh perusahaan maupun petani. Kehadiran hewan ternak di kebun sawit juga sering dikait-kaitkan dengan penyebaran jamur tersebut.

Namun Dr Wahyu Darsono, Sekretaris Umum Gabungan Penyelenggara dan Pemerhati Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Gapen Siska), mengaku tak lagi khawatir karena hasil riset Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) menunjukkan ternak tidak berkontribusi terhadap penyebaran ganoderma.

"Jika dikaitkan dengan program integrasi sapi-sawit, ganoderma ini merupakan isu yang cukup besar. Namun berdasarkan hasil kajian ilmiah justru menunjukan kalau hewan ternak, termasuk sapi, tidak membawa ganoderma ke perkebunan sawit," katanya kepada elaeis.co, kemarin.

"Kotoran sapi bukan menjadi faktor munculnya ganoderma," Direktur PT Simbiosis Karya Agroindustri itu menambahkan.

Menurutnya, ganoderma muncul seiring dengan usia tanaman, pola perawatan sawit, dan faktor lainnya. Penyebarannya di perkebunan sawit bisa dengan berbagai cara.

"Misalnya bisa saja karena angin atau aktivitas para pekerja di kebun sawit yang tanpa sadar menyebarkan spora ganoderma," katanya.

Saat melakukan riset di laboratorium, kata Wahyu, pihak BPTP mencampurkan ganoderma dengan pakan hewan ternak. Lalu pakan itu diberikan ke ternak sapi. Saat kotoran sapi diperiksa, ternyata ganoderma telah mati selama proses pencernaan di perut sapi.

BPTP juga membawa spora ganoderma yang sudah dicampurkan dengan kotoran sapi lalu ditabur ke tanah di perkebunan sawit.

"Sporanya juga mati, tidak berkembang menjadi ganoderma. Begitu juga ketika spora ditaburkan di kotoran sapi yang sudah dijadikan pupuk organik, juga tidak tumbuh jadi ganoderma," beber Wahyu.

Dari hasil itu, katanya, para ahli tanah, ahli pakan ternak, dan pakar mikroorganisme yang ada di BPTP mengambil kesimpulan bahwa ganoderma itu ada dan bisa berkembang cepat karena pola monokultur di perkebunan, termasuk sawit.

"Namun ketika praktek sistem integrasi sapi dan kelapa sawit (SISKA) ini diterapkan, maka tidak lagi menjadi praktek monokultur, melainkan multikultur," kata dia.

Dia menambahkan, para pakar di BPTP menilai ganoderma sebenarnya adalah mikroorganisme yang lemah. Namun praktek monokultur di kebun sawit menjadikan ganoderma kuat dan tidak bisa dideteksi dengan mudah.

"Itu hasil kajian ilmiah BPPT. Jadi istilahnya, ganoderma di kebun sawit bisa berkembang karena enggak ada lawan dia, tidak ada kompetitor," kata Wahyu.

Dengan temuan ilmiah itu, pihaknya bertekad untuk memperkuat pola SISKA dengan cara yang benar guna mengantisipasi masalah munculnya ganoderma di kebun sawit. "Ganoderma tidak seseram itu kalau kita tahu cara mengatasinya," tukasnya. 


 

Komentar Via Facebook :