Berita / Bisnis /
Bos Fikasa Group Mengaku Sakit, Dokter Sebut Bisa Ikut Sidang
Sidang investasi bodong Fikasa Group. Elaeis.co/Syahrul
Pekanbaru, Elaeis.co - Ketua Majelis Hakim, DR Dahlan yang menyidangkan perkara penipuan investasi bodong tak percaya dengan alasan terdakwa Agung Salim yang mengaku sakit. Akhirnya, hakim menghadirkan dr Rama Fadillah, salah seorang dokter RS Madani Pekanbaru sebagai pembanding di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Agung Salim satu dari 5 terdakwa dugaan penggelapan uang nasabah senilai Rp84,9 miliar. Kepada hakim Dahlan, dokter Rama Fadillah memastikan Agung bisa mengikuti persidangan.
Keterangan Rama Fadillah itu disampaikan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang dipimpin Dr Dahlan SH MH, Rabu (5/1).
Ketika itu, pengacara Agung mempertanyakan kelayakan kliennya untuk mengikuti sidang hari ini. Pasalnya, dia menyampaikan kadar gula darah terdakwa Agung mencapai 540.
Atas pertanyaan pengacara itu, lalu hakim menanyakan kepada dokter Rama, apakah hal itu tidak membahayakan bagi terdakwa dalam mengikuti sidang. Karena bagi hakim, penjelasan dokter itu sangat penting untuk melanjutkan persidangan ini. Rama menyebut, Agung bisa mengikuti persidangan.
"Kalau hanya sekedar aktivitas komunikasi saja, itu tidak membahayakan. Tetapi kalau pasien diminta berdiri atau duduk, mungkin sebaiknya tidak," kata Rama menjawab hakim.
Rama juga menyampaikan, sebelum sidang dimulai dia juga telah melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa Agung. Hasilnya, Agung dinyatakan bisa mengikuti sidang.
Sebelumnya, hakim juga meminta keterangan dari dokter RSUD Arifim Achmad yang menangani terdakwa Agung yakni Dr Anwar Bet. Kepada hakim, Anwar mengaku mendapatkan rekam medis dari dokter UGD bahwa terdakwa kadar gula darahnya 789.
Menurut Anwar, kalau kadar gula darah setinggi itu, wajib diopname atau mendapatkan perawatan inap. Namun, dia mengaku pada saat memeriksa hari ketiga, kadar gula terdakwa sudah 439. Akan tetapi, dia tetap merekomendasikan untuk rawat inap, karena kondisi penyakit terdakwa lainnya.
Hakim lalu mempertanyakan alasan pihak RSUD yang tidak menunjukkan rekam medis kepada jaksa. Saat itu, dia menjawab kalau rekam medis itu rahasia negara.
Mendengar keterangan itu, wajah hakim Dahlan langsung berubah dan tampak emosi. Dahlan mngingatkan dr Anwar bahwa dalam persidangan tidak ada yang namanya rahasia negara. Apalagi, jaksa meminta rekam medis itu atas perintah majelis hakim.
"Dalam persidangan, tidak ada rahasia. Jangan ada kongkalikong dalam kasus ini, apalagi menghalangi proses pidana bisa masuk penjara Pak. Ada pasal pidananya," tegas Dahlan.
Hakim juga mengingatkan para dokter di RSUD Arifin Achmad ke depannya agar berhati-hati dalam menangani pasien berstatus terdakwa atau tersangka. Karena kalau harus terpaksa dilakukan perawatan inap, maka wajib meminta izin dari majelis hakim.
Usai memastikan kondisi terdakwa Agung bisa mengikuti sidang, hakim kemudian meminta jaksa penuntut umum (JPU) Herlina Samosir SH MH, Lastarida SH dan Rendy Panalosa SH MH untuk menghadirkan saksi. Dalam sidang itu, jaksa menghadirkan lima orang saksi, yang semuanya merupakan korban dari terdakwa.
Untuk diketahui, dalam perkara dugaan penggelapan uang nasabah senilai Rp84,9 miliar ini empat anggota Keluarga Konglomerat Salim selaku petinggi PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (PT TGP) company profil Fikasa Grup, duduk sebagai terdakwa.
Diantaranya, Bhakti Salim alias Bhakti selaku Direktur Utama (Dirut) PT WBN dan PT TGP, Agung Salim selaku Komisaris Utama (Komut) PT WBN, Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP dan Christian Salim selaku Direktur PT TGP. Lalu terakhir Mariyani selaku Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP (berkas tuntutan terpisah).
Para terdakwa diajukan ke pengadilan karena didakwa melakukan dugaan penggelapan uang nasabah senilai Rp84,9 miliar. Sedikitnya, ada 10 nasabah yang merupakan warga Kota Pekanbaru yang menjadi korban para terdakwa.
Akibat perbuatannya itu, JPU menjerat para terdakwa dengan Pasal 46 Ayat (1) Undang-undang No 10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 378 Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 372 Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 372 Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Komentar Via Facebook :