https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Curhat Petani

Banyak Makan Biaya saat Kebun Sawit Diurus Pimpinan Kelompok

Banyak  Makan Biaya saat Kebun Sawit Diurus Pimpinan Kelompok

Bupati Sintang Jarot Winarno saat meninjau sebuah kebun sawit beberapa waktu lalu. (sumber foto: Sintang Pos)


Sintang, elaeis.co – Linda Sastrawati (45) tak menyangka keputusannya untuk ikut bergabung dalam Ketua Hamparan Kebun atau semacam kelompok tani (Poktan) malah berbuntut kerugian.

Petani sawit dari Desa Laman Raya, Kecamatan Sungai Tebelian, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, justru harus mengeluarkan banyak dana ekstra saat kebun sawitnya diurus oleh pihak Ketua Hamparan Kebun.

"Di sini itu, setiap 30 pemilik kebun sawit akan digabungkan dalam satu Ketua Hamparan Kebun. Nah, kebun sawit kami ini diurus oleh pihak Ketua Hamparan Kebun," kata Linda kepada elaeis.co, Kamis (28/4/2022).

Pihaknya hanya tinggal terima hasil saja karena semua sudah diurus, dari mulai urusan tenaga pemanen, supir pengangkut tandan buah segar (TBS), truk, pupuk dan pestisida, tenaga perawatan kebun, sampai perawatan jalan menggunakan batu kerikil.

Ia mengakui sudah menerima hasil dari berkebun dengan cara seperti itu. Tetapi setelah dihitung, ia justru menilai sistem Ketua Hamparan Kebun tergolong mahal.

Keuntungan yang ia peroleh justru berkurang drastis karena pihak Ketua Hamparan Kebun banyak menuntut biaya perawatan kebun sawit.

“Memang saya tinggal terima uang, tapi potongannya itu banyak buat semua perawatan kebun sawit," kata Linda.

Ia mencontohkan sejumlah biaya yang rutin diminta pihak Ketua Hamparan Kebun seperti biaya beli batu untuk perawatan jalan Rp 100.000, Rp 180.000 untuk supir, Rp 100.000 untuk pembangunan rumah ibadah.

"Lalu Rp 50.000 untuk tabungan kas Hamparan Kebun, dan belum lagi biaya untuk bayar pemanennya lagi,” kata dia.

Ia dan petani sawit yang ikut sistem Ketua Hamparan Kebun itu belakangan mulai merasa jengah.

Pasalnya, dengan begitu besarnya biaya perawatan yang diminta tapi tidak ada transparansi pengelolaan dana oleh pihak Ketua Hamparan Kebun.

Ia dan petani sawit lainnya merasa ada yang janggal. Ia mencontohkan batu untuk perawatan jalan yang banyak bertumpuk di jalan.

Padahal di saat yang sama mereka diminta terus bayar untuk beli batu. Lalu uanguntuk pembangunan rumah ibadah dikumpulkan.

"Tapi di saat yang sama kami enggak melihat ada pembangunan rumah ibadah. Terus ada lagi tabungan kas Ketua Hamparan Kebun, eh ternyata enggak bisa diambil. Jadi kuanggap ini permainan mereka,” kata Linda.

Ia jadi tak heran ketika banyak orang ingin menjadi pengurus Ketua Hamparan Kebun karena tak lama setelah terpilih akan memegang uang dalam jumlah banyak.

"Mereka yang menjadi pengurus Ketua Hamparan Kebun kini bisa membeli sejumlah mobil dan bangun rumah. Sementara kami yang punyasawit cuman bisa terdiam," kata Linda dengan nada lirih.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :