Berita / Sumatera /
Aturan Untuk si 'Seksi' di Akhir Tahun
Gubernur Riau, Syamsuar saat bersama Ketua umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung dan Sekjen DPP Apkasindo, Rino Afrino. Foto: Ist
Pekanbaru, elaeis.co - Persis 30 Desember tahun lalu, Gubernur Riau (Gubri), Syamsuar, meneken Peraturan Gubernur (Pergub) Riau nomor 77 tahun 2020 Tentang Tata Cara Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Bagi banyak orang, aturan main soal sawit pekebun itu, bisa jadi biasa saja, sama seperti Pergub pada umumnya.
Tapi bagi DR. Antony Hamzah, aturan main tentang sawit pekebun itu justru sesuatu yang istimewa dan sekaligus pembuktian bahwa Syamsuar sangat memahami apa yang menjadi isu paling penting dan sensitif di daerah yang dipimpinnya.
Tak berlebihan lelaki 53 tahun ini mengatakan begitu. Sebab kalangan pegiat sawit paham kalau Riau adalah daerah penghasilkan kelapa sawit terbesar di Indonesia.
Data 2020 menyebut kalau luas kebun kelapa sawit di Riau mencapai 4,058 juta hektar. Lebih dari 2,6 juta hektar dari luasan itu adalah kebun petani.
"Hitung saja berapa juta manusia yang terlibat secara langsung dan tidak langsung di kebun seluas itu, berapa triliun rupiah pula perputaran duit yang ada," kata dosen Pascasarjana Ilmu Pertanian Universitas Riau ini kemarin.
Oleh luasan tadi kata ayah satu anak, dari sekitar 20 tahun lalu, sawit telah menjelma menjadi motor utama penggerak ekonomi di Riau.
"Di mana ada kebun kelapa sawit, di situ tumbuh kota kecil. Tengok sajalah, mulai dari Flamboyan, Pasar Minggu Pantai Cermin, Kabun, Kasikan, Lubuk Dalam hingga kota kecil lain," dia merinci.
Sebegitu berdampak positifnya sawit kata Antony sampai-sampai, di masa pandemi pun, Riau mampu menjadi pemegang rekor Nilai Tukar Petani (NTP) tertinggi di Sumatera.
Hanya saja kata Antony, meski sawit sudah sedikdaya itu, belum ada aturan main yang jelas dan kongkrit tentang sawit yang benar-benar memihak pekebun.
"Di jaman Syamsuar inilah kemudian keberadaan petani sawit dianggap sesuatu yang sangat seksi, tulangpunggung penggerak ekonomi Riau. Itulah makanya dia geber aturan main itu," katanya.
Lewat Pergub tadi kata Antony, Syamsuar benar-benar menata rantai distribusi sawit pekebun di Riau sedemikian rupa.
"Dia mendengar, membaca dan menganalisa apa yang menjadi kepentingan petani, ditambah dengan aktifnya Kadisbun Riau, Zulfadli, semakin kloplah perhatian Syamsuar kepada petani sawit," ujarnya.
"Mulai dari penyeragaman harga TBS, penertiban Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) yang pernah direcoki petani, kalibrasi timbangan Pabrik Kelapa sawit (PKS), standard potongan timbangan TBS, perhitungan cangkang, kemitraan petani swadaya, dia lakukan. Dulu yang dikenal cuma Plasma (binaan perusahaan)," Antony mengurai.
Tak hanya itu, penguatan kelembagaan pekebun, memperpendek rantai tataniaga TBS, mendorong partisipasi PKS se Riau untuk peduli dan semua Kemitraan jual beli TBS wajib diketahui Pemerintah Daerah, tak luput dari perhatian Syamsuar.
"Terlepas dari isu kawasan hutan dan lingkungan, sawit telah menguatkan ekonomi Riau, menghidupi begitu banyak rakyat di Riau. Ini yang dilihat Syamsuar," katanya.
Bagi Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Riau, H. Suher, Perda yang dibikin Syamsuar terkait sawit pekebun ini adalah 'menu' komplit yang bisa dimanfaatkan petani untuk memperkuat kemandiriannya.
"Atas nama petani sawit Apkasindo se-Riau, kami sangat berterimakasih kepada Pak Syamsuar. Pergub ini ibarat vaksin bagi kami petani. Hadirnya Pergub ini membuat kami semakin semangat menata kebun kami menjadi kebun yang berkelanjutan. Bagi kami petani sawit, inilah kado terindah yang diberikan Pak Gubernur di dua tahun kepemimpinannya," ujar Suher.
Pengurus Apkasindo Kuantan Singingi, H. Rofingi, juga mengaku sangat senang dengan hadirnya Pergub itu. "Kalau selama ini BOTL enggak jelas kemana perginya, mudah-mudahan ke depan sudah jelas," ujarnya.
Dengan hadirnya Pergub ini kata Rofingi, berarti tinggal satu lagi persoalan petani kelapa sawit yang sampai saat ini masih mendera.
"Nasib saudara kami petani sawit yang berada dalam klaim kawasan hutan masih belum jelas. Memang Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) sudah hadir menjadi solusi. Kami sangat berharap kelak, ketika Peraturan Pemerintah terkait petani sawit dijalankan, Pak Gubernur berkenan membantu dan mengawal petani sawit, biar ke depan, PP itu tidak menjadi blunder," pintanya.

Komentar Via Facebook :