https://www.elaeis.co

Berita / Serba-Serbi /

Apkasindo: WHO Keterlaluan!

Apkasindo: WHO Keterlaluan!

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung. Foto: Ist


Pekanbaru, elaeis.co - Lelaki 47 tahun ini cuma bisa menarik napas dalam-dalam saat membaca artikal milik World Health Organization (WHO) berjudul; Nutrition Advice for Adults During the COVID-19 Outbreak

Inti isi artikel yang diterbitkan oleh Kantor WHO Regional Mediterania Timur itu menyarankan supaya orang mengonsumsi lemak tak jenuh yang ada dalam ikan, alpukat, kacang-kacangan, minyak zaitun, kedelai, kanola, minyak bunga matahari dan jagung. 

Dan sebaiknya masyarakat menghindari lemak jenuh yang ada pada daging berlemak, mentega, kelapa sawit, minyak kelapa, krim, keju, ghee, dan lemak babi.

Spontan saja Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo) ini teringat dengan omongan Guru Besar Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof.Dr.Sri Raharjo di sejumlah media. 

Sri menyebut bahwa Virgin Red Oil (VRO) yang ada pada minyak kelapa sawit sangat baik meningkatkan immunitas tubuh, khususnya di tengah wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19).

Sebab VRO itu mengandung beta karoten atau pro-vitamin A yang 15 kali lebih tinggi dari pro-vitamin A pada wortel. 

Minyak sawit juga mengandung vitamin E (tokoferol) dan tokotrienol tinggi yang berfungsi sebagai antioksidan yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh. 

VRO mengandung asam palmitat, asam palmitat ini berperan penting dalam memberikan perlindungan terhadap paru-paru. 

Asam palmitat adalah komponen utama --- mencapai 60% --- dari senyawa fosfolipida yang melapisi dinding bagian dalam rongga alveoli paru-paru. 

Fosfolipida ini berfungsi sebagai surfaktan yang bisa membantu memudahkan pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida) dari rongga alveoli ke pembuluh darah atau sebaliknya. 

"Benar-benar keterlaluan WHO ini. Apa enggak ada ahli di sana yang meneliti kandungan apa saja yang ada di sawit itu?" rutuk Gulat Medali Emas Manurung, kemarin. Kandidat doktor lingkungan ini geleng-geleng kepala. 

Mestinya kata ayah dua anak ini, WHO sejalan dengan namanya, organisasi kesehatan dunia yang bisa menyelamatkan manusia. 

Bukan malah berkampanye mematikan negara penghasil Crude Palm Oil (CPO). "Kalau begitu caranya, itu sama saja berusaha mematikan petani," Gulat masih nampak jengkel. 

"Dan kalau memang minyak sawit tidak baik, sudah dari 72 tahun lalu orang di dunia ini diserang penyakit. Sebab sawit sudah komoditi dunia," sindir Auditor ISPO ini.

Jadi kata Gulat, ada baiknya WHO tidak nyerempet jadi 'humas' Non Government Organizations (NGO) yang selama ini banyak yang tak senang dengan sawit demi mempromosikan minyak nabati lainnya. "Jujur, kami petani tersinggung," tegasnya. 

Ada baiknya WHO kata Gulat, bergegas memunculkan gagasan jitu untuk penanganan covid-19, jangan malah membikin gaduh.

Tak hanya Gulat yang jengkel dengan artikel WHO itu. Dorteus Paiki, Sekretaris DPW Apkasindo Papua Barat juga merutuk. 

"Kami di Papua Barat mau Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) lho. Ada sekitar 25 ribu hektar yang akan kami PSR kan dengan Dinas Perkebunan. Tiga bulan lalu 120 ribu butir kecambah sudah kami jemput dari PPKS Medan untuk persiapan PSR tahap I yang akan dilaunching akhir tahun ini. Itu semua pakai duit kredit bank. Kalau pasar CPO dunia menjadi terganggu gara-gara omongan WHO itu, sama saja membikin kami menderita. Saya mendukung Apkasindo melayangkan surat protes ke WHO," tegas Paiki.

Jauh sebelum omongan WHO tadi, sederet NGO dalam maupun luar negeri terus-terusan mengecam sawit sebagai perusak lingkungan. 

Pemerintah khususnya kementerian yang mengurusi hutan, sempat terpanjing dengan kampanye tadi. Untunglah kemudian Presiden Jokowi bergegas membikin sederet aturan untuk menata kelapa sawit tadi, demi menunjukkan bahwa di Indonesia, sawit bukan perusak lingkungan.  

Konsumsi Oleokimia Meningkat

Dua hari lalu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) merilis bahwa konsumsi dunia akan oleokimia naik 14,5 persen menjadi 104 ribu ton. 

"Dari 68 ribu ton kenaikan konsumsi oleokimia itu, 55 persennya terjadi pada gliserin. Gliserin ini bahan untuk membikin hand sanitizer," kata Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Ardjono.

Nah, lho...

Abdul Aziz

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :