https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Aktivis Pesimis Capres/Cawapres Bawa Perbaikan Lingkungan di Riau

Aktivis Pesimis Capres/Cawapres Bawa Perbaikan Lingkungan di Riau

Ilustrasi (ist.)


Pekanbaru, elaeis.co - Momentum tahun politik 2024 dinilai tidak akan merubah kebijakan negara menyangkut iklim, perlindungan lingkungan hidup, dan memastikan keamanan rakyat atas sumber penghidupannya. Visi misi, program, hingga rekam jejak para calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) masih didominasi kuasa oligarki.

Narasi investasi untuk kesejahteraan rakyat yang digaungkan, seperti isu hilirisasi, terkesan hanyalah manipulasi. Sebab, jelang Pemilu 2024 masih diwarnai praktik perampasan wilayah kelola rakyat hingga kriminalisasi. 

Umi Ma’rufah, Manajer Pengembangan Program dan Kajian WALHI Riau, mengatakan, pesta demokrasi tahun ini belum membawa pembaharuan dan pemulihan lingkungan yang signifikan khususnya di Riau. "Karena itulah prinsip kriteria lesser evil dan melihat rekam jejak kandidat perlu dilakukan dalam menentukan pilihan," katanya dalam rilis yang diterima elaeis.co, Kamis (1/2).

Menurutnya, rekam jejak kandidat dan partai pengusung dapat menjadi tolak ukur bagi pemilih terkait seberapa besar tingkat keburukan para paslon. "Harus menghindarkan calon terburuk. Paling tidak penilaian rekam jejak akan membuka ruang untuk melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang dapat berdialog dan mempertimbangkan tuntutan keadilan yang disuarakan rakyat," tukasnya.

Untuk membangun kesadaran pemilih, WALHI Riau telah membuat penilaian atas komitmen lingkungan hidup dan agraria dari masing-masing paslon serta para oligarki yang berada di balik ketiganya. Dalam merespon isu krisis iklim, pasangan nomor urut 1 Anies-Muhaimin menitikberatkan pada aspek ketahanan energi dan menempatkannya sebagai bagian dari upaya pemenuhan ketersediaan kebutuhan pokok yang terjangkau.

Pasangan nomor 2 Prabowo-Gibran mengutamakan tercapainya swasembada energi sebagai prioritas bersama dengan swasembada pangan. Sedangkan pasangan nomor 3 Ganjar-Mahfud menekankan pada transisi energi di dalam bingkai ekonomi hijau sebagai instrumen penting guna mewujudkan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

“Apakah masing-masing calon sudah menyentuh akar persoalan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan dan ketimpangan, itu kembali lagi kepada publik untuk menilainya,” ujarnya.

Sri Wahyuni, Dewan Daerah WALHI Riau, menambahkan, komposisi pendukung para capres-cawapres yang memperlihatkan dominasi oligarki membuat publik pesimis akan ada perubahan lebih baik dalam kebijakan terkait lingkungan hidup dan HAM di masa mendatang.

”Untuk itu, pengarusutamaan tuntutan keadilan khususnya di tanah melayu terus WALHI Riau lakukan. Menjelang Pemilu 2024 yang tinggal menghitung hari, kita harus bisa cerdas dan teliti dalam memilih, serta turut mengedukasi yang lain agar menghindarkan negara ini dari yang terburuk," tandasnya.

"Terlepas dari siapa yang akan terpilih, mari kita terus berjuang bersama memenangkan keadilan ekologis, khususnya di bumi melayu,” tambahnya.
 
Eko Yunanda, Manajer Kampanye dan Pengarusutamaan Keadilan Iklim, menyebutkan, Provinsi Riau masih mengalami ketimpangan ruang karena setidaknya ±55,62% wilayahnya dikuasai investasi. Sangat jomplang dibanding legalitas wilayah kelola rakyat yang hanya 2,53% dari luas daratan Riau.

"Ini menunjukkan kebijakan Perhutanan Sosial (PS) dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) belum mampu mengatasi ketimpangan penguasaan lahan. Ma'mun Murod saat menjabat Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau menargetkan 932 ribu ha untuk skema PS hingga 2024. Realisasinya hanya sekitar 160 ribu ha,” ungkapnya.

Selain itu, 47,92% daratan di Riau sudah jadi perkebunan kelapa sawit yamg dominan dikuasai oleh pengusaha dan cukong dengan izin dari negara. Terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang menambahkan ketentuan Pasal 110A dan 110B dalam Undang-Undang 18/2013 sangat disayangkan karena memberikan insentif kepada pelaku usaha untuk menyelesaikan persoalan perambahan hutan untuk kebun sawit.

"Insentif itu menghapus pertanggungjawaban pidana aktivitas ilegal di kasawan hutan, termasuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan," sesalnya.

Pada sektor Hutan Tanaman Industri (HTI), terdapat 45 unit perizinan dengan konsesi seluas 1.512.138,92 ha yang terafiliasi dengan grup Asia Pulp & Paper (APP) dan Asia Pacific Resources International Limited (APRIL). Meski telah memiliki komitmen berkelanjutan FCP12 dan SMFP 2.0, namun dalam praktiknya kebakaran hutan dan lahan, eksploitasi lahan gambut, areal kerja pada pulau kecil dan pesisir, hingga konflik di areal kerja perusahaan HTI di bawah grup APP dan APRIL terus terjadi dan belum terselesaikan.

Terkait kebijakan Energi Baru Terbarukan (EBT), WALHI Riau menilai hingga 50 tahun ke depan Provinsi Riau masih bergantung pada energi fosil yang akan meningkatkan penggunaan batubara. Pemanfaatan EBT lainnya yang mengandalkan limbah cangkang dan limbah cair kelapa sawit untuk pembangkit listrik justru dinilai akan meningkatkan resiko kerusakan lingkungan hidup yang makin parah.
 

Komentar Via Facebook :