https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Ada Kemungkinan Terjadi Dryspell, ini Dampaknya Terhadap Sawit

Ada Kemungkinan Terjadi Dryspell, ini Dampaknya Terhadap Sawit

Dr Hasan Hasril Siregar. Foto: tangkapan layar


Jakarta, elaeis.co - Para petani sawit di Indonesia diingatkan agar mengantisipasi kemungkinan terjadinya cuaca ekstrim pada tahun ini. Bila benar-benar terjadi, cuaca ektrim diprediksi akan mempengaruhi hasil panen sawit.

"Berpotensi menyebabkan penurunan hasil panen," kata Dr Hasan Hasril Siregar, peneliti senior di bidang cuaca yang juga mantan Direktur Utama Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

Hal itu ia ungkapkan dalam webinar Ngobrol Bareng Gapki edisi 33 bertajuk "Outlook Cuaca dan Pengaruhnya terhadap Produksi Minyak Sawit Dunia," Jumat (25/3/2022).

Ia mengatakan, secara umum iklim sepanjang tahun 2022 tergolong normal atau netral. Curah hujan diprediksi umumnya tidak ekstrim kecuali sepanjang Januari hingga Maret. "Sepanjang triwulan pertama tahun 2022 ini masih dijumpai curah hujan di atas normal," kata Hasril.

Ia memprediksi awal musim kemarau tahun ini mundur atau menjadi relatif lebih singkat dari biasanya. Puncak kemarau terjadi pada bulan Agustus.

Meski begitu, Hasril mengingatkan pelaku sawit harus benar-benar memperhatikan kebun sawit masing-masing dari kemungkinan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Melihat dari perkembangan cuaca, ada kemungkinan Indonesia mengalami dryspell atau hari tanpa hujan dalam jangka waktu yang cukup panjang, yakni 60 hari," katanya.

Selain mewaspadai kemungkinan munculnya karhutla akibat dampak dryspell, Hasril juga meminta para pelaku sawit untuk benar-benar memantau perkembangan tanaman sawit masing-masing.

Potensi kekeringan akan mempengaruhi perkembangan bunga sawit, termasuk kemungkinan kemunculan bunga jantan yang terstimulasi akibat cuaca kering.

"Bila bunga jantan yang muncul, maka ini akan menurunkan sex ratio dan menurunkan cadangan buah," jelasnya.

Cuaca kering juga berpotensi membuat bunga betina sawit yang terbentuk mengalami aborsi sebelum berkembang. Kata dia, aborsi bunga terutama terjadi pada tanaman muda, yakni rata-rata pada usia tanam 3 sampai 5 tahun. Kekeringan juga membuat kegagalan tandan yang baru terbentuk.

"Tandan sawit yang matang lebih cepat dari seharusnya juga bisa terjadi akibat kekeringan. Tapi tandannya matang tidak sempurna dan berukuran kecil," paparnya. 


 

Komentar Via Facebook :