Berita / Lingkungan /
Fenomena El Nino Diprediksi sampai Awal 2024, Dirjenbun Minta Waspadai OPT dan Karlabun

Ilustrasi kebakaran kebun sawit. Foto: Dok. Elaeis
Jakarta, elaeis.co - Berdasarkan data dan informasi dari Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG), diprediksi masih terjadi El Nino sampai dengan awal tahun 2024 dengan level moderat.
Terkait hal itu, Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun), Andi Nur Alam, mengingatkan kepada seluruh stakeholder perkebunan waspada terjadinya peningkatan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) maupun kebakaran di lahan perkebunan (karlabun).
"Kita juga meminta untuk dapat
mempersiapkan upaya-upaya pencegahan atau antisipasi terhadap dampak El Nino agar hasil produksi atau hasil panen tetap terjaga mutu dan kualitasnya, serta ketersediaan bahan baku aman terkendali," ujarnya.
Baik pemerintah pusat maupun daerah, menurut Andi Nur, berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kesiapsiagaan pelaku usaha perkebunan untuk memiliki sistem, sarana, dan prasarana pengendalian karlabun.
"Perlunya kolaborasi yang kuat dan menyeluruh dari semua pihak terkait, bersama-sama mengamankan ketersediaan dan keberlanjutan komoditas perkebunan dari tantangan El Nino ini," tambahnya.
Sementara Direktur Perlindungan Perkebunan, Hendratmojo Bagus Hudoro, mengatakan selain memfasilitasi penerapan PLTB, pada 2022 dan 2023 Ditjenbun telah memberikan bantuan sarana berupa 431 unit pompa pemadam kebakaran untuk Dinas Perkebunan provinsi/kabupaten serta Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) yang berada di daerah prioritas rawan karhutla.
Pompa pemadam kebakaran, lanjut Bagus, telah didistribusi dari Ditjen Perkebunan kepada 48 unit kerja Dinas Perkebunan provinsi/kabupaten serta 23 KTPA.
“Bantuan sarana pompa pemadam tersebut saat ini telah digunakan untuk melakukan pemadaman oleh petugas dinas perkebunan ataupun KTPA dalam membantu Satgas karhutla," ujar Bagus, dilansir elaeis.co dari website resmi Ditjenbun, Minggu (17/9).
Bagus menambahkan, dalam upaya mencegah karlabun, Ditjenbun terus memantau dan memperbarui informasi potensi kebakaran. "Salah satunya melalui aplikasi digital SiKARLA PADAM berbasis web," ungkapnya. "Ini merupakan salah satu sistem informasi deteksi titik panas (hotspot) di lahan perkebunan."
Merujuk UU Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, menurut Bagus, pada Pasal 48 mengamanatkan bahwa Pelindungan Pertanian dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu serta penanganan dampak perubahan iklim.
"Pelaksanaan Pelindungan Pertanian tersebut menjadi tanggung jawab bersama, baik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya, pekebun, pelaku usaha, maupun masyarakat," tandasnya.
Dikatakan, Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan upaya pengendalian serangan OPT dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian yang dipadukan dalam satu kesatuan pengelolaan untuk mencegah kerusakan tanaman dan timbulnya kerugian secara ekonomis serta mencegah kerusakan lingkungan dan ekosistem.
"Salah satu prinsip PHT adalah Budidaya Tanaman Sehat. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut," terang Bagus.
Komentar Via Facebook :